Seorang mahasiswa program magister pada Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin (Unhas) telah berhasil membuat inovasi pada bidang militer dengan membuat bahan rompi antipeluru. Ia berhasil melewati uji coba di Divisi III Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad) di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Mahasiswa tersebut bernama Rudi yang telah membuat inovasi dalam bidang militer. Dirinya berhasil dengan uji tembakan sebanyak 3 kali dan mampu menahan peluru berkaliber 9 mm untuk jarak tembak 10 m.

Dikutip dari unhas.ac.id, mahasiswa Unhas itu memaparkan, inovasi tersebut didasari oleh kondisi rompi antipeluru yang ada sebelumnya memiliki material yang terbilang berat. Oleh karena itu, Rudi mencari alternatif untuk menangani hal ini.

"Carbon fiber adalah salah satu bahan yang digunakan. Bahan ini mudah kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, misal dalam pembuatan custom bagian mobil seperti fender mobil, kap mesin dan cover spion," ujar Rudi.

Ia pun mulai memikirkan mencari solusi alternatif menggantikan material bahan anti peluru yang lebih ringan dengan kekuatan sama.

Setelah dilakukan literasi referensi terhadap material tersebut, diperoleh bahwa material ini dapat digunakan dalam pembuatan rompi anti peluru," kata Rudi.

Sebelumnya, rompi anti peluru memiliki teknologi yang lebih kompleks dengan teknologi terbarunya, salah satu bagian penting bagi seorang militer ini memiliki sejarah panjang sebelum rompi antipeluru ini berkembang dengan teknologi-teknologi terbaru.

Melansir dari smallwarsjournal.com, penemuan body armour setelah banyak tentara yang menggunakan senapan pada abad ke-16 lalu. Para militer di zaman tersebut mencari berbagai macam bentuk rompi antipeluru yang dapat melindungi tubuh mereka dari tembakan lawannya.

Perlu diketahui, di awal penemuannya bahan-bahan yang banyak digunakan untuk membuat body armour terbuat dari logam. Dalam perjalanannya logam tidak terlalu baik dalam membelokkan atau menyerap energi yang dihasilkan oleh tembakan senjata.

Masih di waktu yang sama, tentara Jepang memodifikasikan rompi antipeluru atau pakaian pelindung militer ini dengan menggunakan baju besi lunak. Ketika itu para tentara Jepang melapisi baju besi mereka dengan lapisan sutra. Hal ini pula yang menjadi dasar baju perang modern di dunia.

Perlu diketahui, melewati proses pembuatan, Rudi mengungkap beberapa hal yang membuatnya kesulitan, misalnya saat simulasi menggunakan perangkat lunak finite element method yang disebut masih tergolong sangat baru.

Dekan Fakultas Teknik Unhas, Prof Muhammad Arsyad Thaha, menyebutkan, pihaknya selalu memaksimalkan dukungan serta membuat suasana akademik dan inovasi teknologi. Karena hal tersebut sudah dilakukan sejak tahun 2015.

"Material anti peluru adalah penelitian awal pada Laboratorium Riset Teknik Mesin. Inovasi ini akan terus dikembangkan untuk mengefisienkan penggunaan materialnya hingga penerapan pada kendaraan militer dan rompi anti peluru," jelas Arsyad.

Baca Juga: