KUALA LUMPUR - Malaysia kembali menegaskan melarang dan menghentikan ekspor pasir laut ke Singapura. Kebijakan pemerintahan Perdana Menteri (PM) Mahathir Mohamad ini diperkirakan dapat mempersulit ekspansi ambisius Singapura, terutama dalam pengembangan megapelabuhan Tuas.

Mahathir kesal lantaran tanah Malaysia digunakan untuk menambah ukuran negara tetangga itu. Dia juga khawatir pejabat Malaysia yang korup mendapat keuntungan dari bisnis rahasia itu. Karena itu, Mahathir telah memberlakukan larangan terhadap seluruh ekspor pasir laut itu sejak 3 Oktober tahun lalu.

Sekretaris Pers Mahathir, Endie Shazlie Akbar, mengonfirmasi bahwa pemerintah Malaysia memang telah menghentikan ekspor pasir tahun lalu. Namun, ia membantah bahwa itu bertujuan untuk mengekang rencana ekspansi Singapura melalui reklamasi.

Saat ini, Singapura memang membutuhkan lebih banyak pasir. Data resmi menunjukkan, pada tahun 2018, daratan Singapura bertambah 2,7 kilometer persegi, ekspansi reklamasi tahunan terbesar dalam satu dekade.

Salah satu proyek reklamasi adalah megapelabuhan Tuas yang akan dibuka secara bertahap hingga 2040. Tahap pertama dari empat tahap konstruksi di Tuas yang akan selesai pada tahun 2021 dengan biaya sekitar 1,8 miliar dollar AS akan menggunakan 88 juta meter kubik material, setara dengan 383 lapangan sepak bola.

Singapura telah mengimpor 59 juta ton pasir dari Malaysia pada tahun 2018 dengan biaya 347 juta dollar.

Impor ini menyumbang 97 persen dari total impor pasir Singapura pada tahun ini berdasarkan volume dan 95 persen dari penjualan pasir global Malaysia. Sumber pemerintah menambahkan, Mahathir juga memperketat peraturan tentang ekspor sungai dan muara pasir.

Ketika Indonesia melarang ekspor pasir ke Singapura pada tahun 2007 dengan alasan masalah lingkungan, hal itu telah menyebabkan krisis pasir di Singapura yang membuat aktivitas pembangunan hampir terhenti. Sejak saat itu, Singapura telah meningkatkan cadangannya. AFP/CNN/Ang/P-4

Baca Juga: