Hari Jumat (18/8) kemarin Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyelenggarakan peringatan Hari Konstitusi di Gedung Nusantara IV, Komplek Parlemen Senayan. Acara bertemakan Peran Konstitusi dalam Memandu Pembangunan Bangsa. Acara tahunan ini dihadiri juga Wakil Presiden Jusuf Kalla dan para pimpinan lembaga negara.

Pada kesempatan ini, Wapres Jusuf Kalla menekankan pentingnya konstitusi sebagaimana para pendiri bangsa membentuk negara pada awal kemerdekaan. Konstitusi negara terdapat visi founding fathers. Visi harus dilihat untuk menjalankannya ke depan. Sejalan dengan pemikiran Wapres, Ketua MPR Zulkifli Hasan membuka pidato peringatan dengan mengingatkan pentingnya sejarah, dalam kaitan ini sejarah konstitusi.

Dia mengutip pidato Soekarno pada peringatan 17 Agustus 1966 yang bermakna sangat politis dan strategis berjudul "Jas Merah" yang merupakan singkatan jangan melupakan sejarah. Peringatan Hari Konstitusi yang mulai digagas MPR periode 2004-2009 merujuk pada pengesahan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.

Sejak tanggal 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku Konstitusi RIS dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Situasi politik yang sngat dinamis, membuat Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 untuk kembali ke UUD 1945. Ini dikukuhkan DPR pada tanggal 22 Juli 1959.

Era reformasi politik diikuti keinginan merevisi UUD 1945. Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami empat kali perubahan (amendemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan. Indonesia harus berbangga, sebab UUD 1945 merupakan puncak perjuangan bangsa sekaligus karya tertinggi pendiri bangsa. Meskipun Bung Karno selaku Ketua PPKI mengatakan, konstitusi yang mereka susun hanyalah sifatnya sementara, bahkan disebutnya sebagai UUD kilat.

Konstitusi dalam negara adalah sebuah norma sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan- biasanya dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis. Dalam kasus bentukan negara, konstitusi memuat aturan dan prinsip-prinsip entitas politik hukum. Istilah ini merujuk secara khusus untuk menetapkan konstitusi nasional sebagai prinsipprinsip dasar politik, prinsip-prinsip dasar hukum termasuk dalam bentukan struktur, prosedur, wewenang dan kewajiban pemerintahan pada umumnya.

Kontitusi bertujuan membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang-wenang. Sebab tanpa membatasi kekuasaan penguasa, konstitusi tidak akan berjalan dengan baik. Bahkan bisa saja penguasa akan merajalela sehingga merugikan rakyat. Nah, kontitusi UUD 1945 telah cukup ideal memberi pondasi keberlangsungan bangsa menyongsong abad modern. Dengan memahami dan menjalankan kontitusi secara benar, kita telah menghindari munculnya kekuasaan tanpa batas atau diktator.

Jika muncul berbagai persepsi atau polemik mengenai negara atau sistem ketatanegaraan, dan berbagai kehidupan negara sebagai langkah tepat adalah kembali ke konstitusi. Dengan alur pemikian tersebut, bangsa yakin, para pendiri bangsa bukan saja telah berpikir jauh ke depan menyiapkan landasan kehidupan berbagangsa dan bernegara.

Mereka juga memberi pondasi kokoh sesuai dengan kenyataan bahwa Indonesia rumah seluruh suku bangsa, etnis, dan agama. Melalui kontitusi perjalanan bangsa dipandu ke jalan yang tepat. Karena itu program dan agenda MPR menggelar peringatan Hari Konstitusi bukan saja tepat, tetapi sangat relevan. Ini untuk mengingatkan seluruh bangsa agar kembali ke konstitusi sebagai rujukan dan panduan. Sebaliknya, jangan berpaling ke dasar negara lain yang tak sesuai dengan kondisi Indonesia.

Baca Juga: