TEHERAN - Polisi anti huru-hara Iran hari Rabu (28/9) menghadapi langsung demonstran yang meneriakkan kata-kata "matilah diktator" di alun-alun utama Teheran, ketika berlanjut demonstrasi nasional memprotes kematian Mahsa Amini.

Amini, yang berusia 22 tahun, meninggal di dalam tahanan polisi setelah ditangkap polisi moral pada 13 September karena tidak mengenakan jilbab secara benar. Ia meninggal di rumah sakit tiga hari kemudian setelah sempat koma.

Sebuah video yang dipasang di Twitter menunjukkan para demonstran di lingkungan Ekbatan Teheran meneriakkan kata-kata, "Kami akan berjuang, kami siap mati, kami akan merebut kembali Iran."

Seperti dikutip dari VoA, Kamis (29/9), demonstrasi ini adalah yang terbesar di Iran sejak protes kenaikan harga BBM pada tahun 2019.

Keluarga Amini telah mengajukan pengaduan hukum terhadap petugas polisi yang menangkapnya, menyerukan penyelidikan penuh tentang bagaimana penangkapan itu dilakukan, bagaimana perlakuan terhadap Amini dan mengapa ia akhirnya harus dilarikan ke rumah sakit.

"Polisi moral harus bersedia, dan kami juga memiliki hak untuk mengakses dokumen mereka," ujar keluarga Amini.

Otoritas kehakiman mengatakan kasus itu "akan ditangani dengan hati-hati."

Media pemerintah mengatakan sedikitnya 41 orang, termasuk anggota polisi dan milisi pro-pemerintah, tewas selama serangkaian demonstrasi itu; meskipun kelompok-kelompok HAM Iran melaporkan angka yang lebih tinggi. Demonstrasi ini terjadi di 80 kota di seluruh Iran.

Polisi telah menggunakan gas air mata, pentungan, dan dalam beberapa kasus menggunakan peluru tajam, untuk menyudahi demonstrasi yang menyerukan diakhirinya kekuasaan Islam selama lebih dari empat dekade.

Di Chabahar, sebauh video menunjukkan polisi anti huru-hara menembakkan gas air mata untuk membubarkan para demonstran yang meneriakkan kata "mati lah Khamenei."

Baca Juga: