Mahathir Mohamad  kembali menyerang Perdana Menteri Anwar Ibrahim. Kali ini mantan PM Malaysia itu menuduh bahwa PM Anwar dan pemerintahannya telah melanggar konstitusi karena karena telah menghentikan acara solidaritas Melayu.

KUALA LUMPUR - Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, kembali mengkritik Perdana Menteri Anwar Ibrahim dengan menuduh pemerintahannya telah melanggar konstitusi negara itu karena telah menghentikan acara solidaritas Melayu.

Sebelumnya Mahathir dijadwalkan akan menghadiri acara Proklamasi Melayu pada 19 Maret lalu, tetapi penyelenggara terpaksa membatalkan acara tersebut setelah beberapa tempat membatalkan reservasi tempat penyelenggaraan.

Acara itu digelar untuk membahas pembukaan 12 butir Proklamasi Melayu yang menyatakan bahwa di bawah kepemimpinan PM Anwar dan pemerintahannya, mayoritas masyarakat Melayu telah kehilangan kekuasaan.

Lewat postingan di Facebookpada Senin (27/3), Mahathir mengatakan isi proklamasi tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Konstitusi Malaysia serta UMNO.

"Terhalangnya penyelenggaraan acara ini berarti pemerintahan Anwar menolak Konstitusi Federal dan Konstitusi UMNO," ujar Mahathir.

Dalam pernyataannya, Mahathir juga mengklaim bahwa orang Melayu telah kehilangan segalanya setelah dia mengundurkan diri sebagai perdana menteri pada 2020 lalu menyusul runtuhnya pemerintahan Pakatan Harapan saat itu.

Manipulasi Isu Sensitif

Menjelang acara Proklamasi Melayu, PM Anwar telah memerintahkan pasukan keamanan untuk waspada terhadap mereka yang mengobarkan retorika ras dan agama.

Pada 18 Maret, Anwar yang tidak menyebut nama Mahathir, mengatakan bahwa ada mantan pemimpin yang mengeluh tentang orang Melayu yang kehilangan dominasinya setelah dia tidak lagi berkuasa.

Keesokan harinya, Anwar mengatakan bahwa para pemimpin yang putus asa karena kehilangan kekuasaan, sedang memanipulasi isu-isu sensitif.

Sementara itu Mahathir sebelumnya mengatakan dia tidak memiliki bukti bahwa Anwar berada di balik pembatalan mendadak acara Proklamasi Melayu tersebut, tetapi dia menuduh perdana menteri sebagai seorang diktator yang telah menunjukkan peningkatan intoleransi terhadap kebebasan berbicara dengan menyerang oposisi dan para pengkritiknya. ST/I-1

Baca Juga: