Mahasiswa penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) tidak diperbolehkan melakukan perkuliahan secara online atau daring (dalam jaringan) atau hybrid dalam waktu lama. Hal tersebut berlaku bahkan jika pihak perguruan tinggi dimana mahasiswa berkuliah membolehkannya.

JAKARTA - Mahasiswa penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) tidak diperbolehkan melakukan perkuliahan secara online atau daring (dalam jaringan) atau hybrid dalam waktu lama. Hal tersebut berlaku bahkan jika pihak perguruan tinggi dimana mahasiswa berkuliah membolehkannya.

"Dalam skema BPI ada Living Allowance atau biaya hidup bulanan, karena itu mahasiswa penerima BPI harus tinggal dan berada di kota dimana perguruan tinggi berada," ujar Kepala Sub Bagian Tata Usaha Balai Pembiayaan Pendidikan Tinggi (BPPT), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Ratna Prabandari, dalam keterangan resminya kepada awak media, Kamis (3/10).

Dia menjelaskan, pihaknya menemukan adanya mahasiswa penerima BPI yang melakukan perkuliahan online di tempat tinggal yang berbeda kota dengan kampusnya dalam waktu satu sampai dua semester. Hal tersebut merupakan salah satu dari beberapa temuan hasil monitoring yang dilakukan BPPT.

Temuan lain adalah adanya mahasiswa penerima BPI yang tidak dalam status tugas belajar. Dalam artian, mahasiswa tersebut masih melakukan pekerjaan selama melaksanakan perkuliahan.

"Itu kan sudah jelas aturannya, bahwa penerima BPI harus dalam posisi tugas belajar, artinya cuti dari pekerjaannya, termasuk hal ini berlaku bagi mahasiswa yang diterima atau diangkat sebagai CPNS atau PPPK," jelasnya.

Ratna menegaskan, mahasiswa penerima BPI bisa diperbolehkan tetap bekerja dengan mengabaikan tugas belajar. Dengan catatan bekerja sebagai teaching assistant, research assistant, atau pekerjaan tersebut merupakan bagian wajib dari studi.

Dia juga menyoroti adanya pelanggaran yang dilakukan mahasiswa penerima BPI berupa pemalsuan dokumen akademik. Beberapa di antaranya pemalsuan tandatangan promotor tesis atau disertas, pemalsuan transkrip nilai akademik pada Kartu Hasil Studi (KHS).

"Ada juga mahasiswa penerima BPI yang juga menerima beasiswa untuk komponen pembiayaan yang sama atau double funding dari pemerintah daerah," tuturnya.

Kepala Sub Bagian Tata Usaha Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan, Kemendikbudristek, Mohammad Alipi, mengusulkan agar pihak perguruan tinggi melakukan uplod secara langsung, tidak melalui mahasiswa atas berbagai dokumen mahasiswa, terutama KHS. Hal itu karena KHS dan beberapa dokumen lainnya sangat tergantung pada perguruan tinggi.

"Selain memperlancar layanan, juga selama ini BPPT merasakan ada dokumen yang kurang valid terkait data mahasiswa, terutama KHS," ucapnya.

Baca Juga: