Mungkin masih banyak lagi ­bentuk-bentuk tindakan ­mafioso di ban­dara-bandara atau pe­labuhan-pelabuhan yang menjadi tempat ­keluar-masuk warga dari luar negeri, tetapi belum ­terungkap.

H

ari-hari belakangan, bandara Indonesia menjadi trending topic, terutama Soekarno Hatta dan Kualanamu. Keduanya berkaitan dengan kejahatan berhubungan dengan kasus Covid-19. Sungguh ini tindakan yang amat tidak terpuji. Para oknum yang boleh saja disebut mafia bandara itu menghalalkan segala cara mencari rupiah.

Tindakan mereka sungguh keji. Betapa tidak, di tengah kondisi negara tengah berjuang memerangi persebaran Covid-19, para mafia justru bertindak ceroboh dengan potensial menyebarkan virus korona.

Mafia Bandara Soekarno Hatta terjadi ketika sejumlah oknum membantu pendatang yang merupakan WNI dari luar negeri (India) agar tidak perlu dikarantina. Para oknum (S dan RW)minta bayaran 6,5 juta rupiah.

Ini sangat berbahaya bagi penularan korona, apalagi WNI tersebut (JD) datang dari India, negara yang paling diawasi oleh seluruh dunia saat ini karena menggilanya perkembangan Covid-19. Pemerintah telah melarang warga India ke Indonesia. Maka, WNI dari India harus benar-benar diperiksa ketat dan wajib karantina 14 hari.

Tapi S dan RW malah mencari untung di tengah gencar-gencarnya pemerintah memerangi Covid-19. JD juga perlu dihukum berat ini karena sudah dua kali melakukan penyuapan agar tidak perlu karantina sepulang dari luar negeri.

Beruntung, langkah keduanya diketahui aparat, sehingga JD ditangkap. Dia contoh warga negara paling buruk. Orang seperti ini tidak patut menjadi warga negara Indonesia lagi. Dia tidak hanya membahayakan dirinya, keluarga, orang-orang yang kontak, tetapi negara secara keseluruhan. JD ini pantas dihukum maksimal.

Sementara itu, mafia di Bandara Kualanamu juga tak kalah tidak terpujinya. Betapa tidak, petugas tes antigen dari Kimia Farma ternyata menggunakan barang atau peralatan bekas. Alat setelah digunakan untuk mengambil sampel orang lain, lalu dicuci, dimasukkan ke tempat baru, sehingga alat itu seakan-akan baru. Kemudian digunakan lagi untuk tes orang berikutnya.

Polisi yang mendapat laporan lalu menyamar dan akhirnya pegawai Kimia Farma tak bisa mengelak lagi. Mereka mengakui menggunakan barang bekas. Kini, lima pegawai Kimia Farma ditahan polisi untuk diperiksa.

Nama besar Kimia Farma, sebuah Badan Usaha Milik Negara, dipertaruhkan untuk memperoleh pemasukan yang tidak seberapa dibanding nama besar dan kiprahnya. Tindakan pegawai Kimia Farma sangat melecehkan negara, bukan hanya warga. Pemerintah tengah mengetatkan syarat perjalanan, ternyata Kimia Farma justru melecehkan.

Mungkin masih banyak lagi bentuk-bentuk tindakan mafioso di bandara-bandara atau pelabuhan-pelabuhan yang menjadi tempat keluar-masuk warga dari luar negeri, tetapi belum terungkap. Semoga saja aparat lebih giat lagi mengungkap berbagai mafia yang mencari keuntungan di tengah upaya pemerintah bekerja ekstrakeras menekan penularan Covid-19. Mereka layak dihukum berat karena mengangkangi berbagai upaya pemerintah menekan Covid-19.

Baca Juga: