Ma Kyal Sin selalu membiarkan bajunya berbicara. Dalam salah satu unjuk rasa anti-kudeta Myanmar, dia menempelkan tulisan di belakang jaket hitamnya: "Kami membutuhkan demokrasi. Keadilan untuk Myanmar. Hormati suara kami".

Beberapa minggu kemudian, Kyal Sin menggunakan kaos dengan tulisan: "Semuanya akan baik-baik saja ('Everything will be OK'), ketika remaja berusia 19 tahun itu ditembak mati di sebuah protes jalanan kota terbesar kedua di Myanmar, Mandalay, Rabu (3/3).

Slogan tersebut telah menjadi refrein pedih yang bergema di media sosial, dan ribuan orang hadir untuk pemakamannya di Mandalay pada Kamis.

Kyal Sin, yang juga dikenal dengan nama Deng Jia Xi dan Angel, itu dijuluki "Malaikat" pemulih dan pejuang demokrasi di negaranya. Dia rela mengorbankan keselamatannya sendiri demi mengakhiri pemerintahan militer.

Penggemar dansa ini bergabung dengan ratusan ribu orang di seluruh negeri untuk menyerukan pembebasan pemimpin sipil, Aung San Suu Kyi, yang telah ditahan sejak militer mengambil alih pemerintahan pada 1 Februari.

Sebelum berangkat ke aksi protes, dia mencantumkan golongan darah, nomor teleponnya di halaman Facebook-nya, dan mengatakan organnya siap untuk disumbangkan jika terjadi sesuatu padanya.

"Jika perlu, Anda dapat menghubungi saya dengan bebas di nomor telepon ini kapan saja," tulisnya.

"Saya bisa menyumbangkan (organ saya) jika saya meninggal. Jika seseorang membutuhkan bantuan segera, saya dapat menyumbang, bahkan jika itu menyebabkan kematian saya," ujarnya.

Menurut PBB, Kyal Sin adalah salah satu dari setidaknya 38 orang yang tewas pada Rabu, hari paling mematikan dalam bentrok pemrotes dengan aparat di Myanmar sejak kudeta.

Rekaman yang diunggah di media sosial menunjukkan saat-saat terakhir Kyal Sin selama demonstrasi, yang berubah menjadi kekerasan. Orang-orang merangkak di sepanjang jalan dan berlari mencari perlindungan di tengah suara tembakan dan semburan gas air mata.

Seorang dokter memastikan bahwa Kyal telah ditembak di kepala. Beberapa jam setelah berita kematian Kyal Sin, simpati membanjiri internet, dengan gambar-gambar yang dibuat dari pose berjongkok yang mencolok pada hari kematiannya.

Di halaman Facebook-nya, Kyal menampilkan sisi kehidupan yang berbeda, berupa video tariannya, selfie pakaiannya, dan kedekatan hubungan dengan Ayahnya. Dalam momen khusus bulan lalu, dia mengikat pita merah yang melambangkan keberanian di pergelangan tangannya.

"Saya tidak ingin mengunggah terlalu banyak tentang ini, terima kasih saja, Ayah," tulis Kyal Sin, bersama dengan tagar "Keadilan untuk Myanmar".

Pada Kamis pagi, para pelayat menyanyikan lagu revolusioner populer "Kami Tidak Akan Melupakan Sampai Akhir Dunia" saat mereka melewati peti matinya dengan membawa karangan bunga.

Memimpin iring-iringan prosesi pemakaman adalah sebuah truk yang dipenuhi bunga dengan poster bertuliskan "pahlawan", diikuti dengan mobil jenazah hitam.

Curahan duka di dunia maya berlanjut dengan banyak orang menyebutnya sebagai martir. "Hati saya sangat sakit," kata salah satu temannya di Facebook.

"Beristirahatlah dengan tenang temanku. Kami akan melawan revolusi ini sampai akhir," tulis teman lainnya.

n SB/AFP/P-4

Baca Juga: