Para guru lulusan Program Guru Penggerak (PGP) kerap menghadapi tantangan baru di sekolah. Ketika mereka diangkat menjadi kepala sekolah, mereka ditempatkan di lingkungan yang sama sekali baru dengan infrastruktur yang belum baik.

MEDAN - Para guru lulusan Program Guru Penggerak (PGP) kerap menghadapi tantangan baru di sekolah. Ketika mereka diangkat menjadi kepala sekolah, mereka ditempatkan di lingkungan yang sama sekali baru dengan infrastruktur yang belum baik.

Sebagai contoh, Kepala Sekolah Dasar Negeri 068074 Kecamatan Medan Denai, Andi Rossandy Pratama sekaligus lulusan PGP angkatan ke-5. Salah satu tantangan yang dihadapinya ketika awal menjadi kepala sekolah adalah belum optimalnya infrastruktur pembelajaran.

"Ketika saya cek alat-alat pendukung pembelajaran ternyata tidak dipakai karena takut rusak. Akhirnya saya katakan lebih baik rusak daripada tidak dipakai," ujar Andi, kepada Koran Jakarta, pekan lalu.

Dia menambahkan, hal serupa juga terjadi pada kondisi perpustakaan sekolah. Ruangannya menyerupai gudang dengan buku-buku berdebu dan banyak yang masih terbungkus kardus. "Salah satu yang pertama saya lakukan adalah mengoptimalkan perpustakaan," jelasnya.

Andi menerangkan, jumlah murid di sekolahnya hanya berjumlah 64 orang. Menghadapi tantangan jumlah siswa yang sedikit, dia mencoba melakukan beberapa program pengelolaan di sekolahnya dengan mengoptimalkan proses belajar yang berorientasi kepada peserta didik.

Dia juga menjalin kolaborasi dengan pihak-pihak untuk melakukan pembelajaran seperti Japan Foundation dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Di samping itu, Andi juga melakukan pembaharuan terhadap model-model pembelajaran di kelas.

"Jumlah murid yang sedikit ini saya anggap sebagai proses pembelajaran. Jadi nanti tidak kaget ketika jadi kepala sekolah di sekolah yang jumlah muridnya banyak," katanya.

Sebagai informasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), mengadakan Program Pendidikan Guru Penggerak untuk melahirkan para pemimpin pembelajaran, salah satunya dengan menjadi Kepala Sekolah. Sampai saat ini, sudah ada 50 ribu Guru Penggerak dan tahun depan ditargetkan sebanyak 100 ribu Guru Penggerak.

Sementara itu, Kepala Sekolah SDN 060835 Kecamatan Medan Barat, Fidiyani Nasuntion, menyebut banyak hal yang dia dapat ketika mengikuti program Guru Penggerak. Meski begitu, dia menghadapi kendala senioritas ketika hendak menerapkan beberapa program di sekolah.

Untuk mengatasi hal tersebut, dia mencoba membuat sekelompok kecil guru yang memiliki keingintahuan tentang model-model pembelajaran yang terdapat dalam Guru Penggerak. Dari upaya merengkuh lingkaran kecil, dia mengaku, program-program pembelajaran di kelas itu kemudian berkembang sehingga diterima banyak guru.

"Program di kelas itu kini telah berubah dibandingkan sebelum saya ikut Guru Penggerak. Artinya, ada kesepakatan kelas, (perubahan) cara belajar," ucapnya.

Baca Juga: