Meskipun syarat kelulusan mahasiswa S1 tak harus membuat skripsi, bukan berarti akan mudah lulus dari perguruan tinggi karena mahasiswa tetap membuat suatu karya atau narasi.

JAKARTA - Pengamat pendidikan, Indra Charismiadji, menyebut skripsi yang tak lagi diwajibkan sebagai syarat kelulusan mahasiswa S1 tidak akan membuat lulus dari perguruan tinggi menjadi lebih mudah. Sebab, mahasiswa tetap mesti membuat suatu karya.

"Tapi kan belum tentu seperti itu (lulus mudah). Kan membuat sesuatu itu enggak bisa cuma alat," ujar Indra, dalam diskusi pendidikan, di Jakarta, Jumat (1/9).

Dia mengatakan, level sarjana harus memiliki kemampuan berinovasi. Mahasiswa mesti mampu melakukan penciptaan kebaruan dan ide baru.

Indra menilai, mahasiswa tingkat akhir yang mengerjakan suatu karya maupun proyek tetap harus membuat narasi layaknya skripsi. Menurutnta, tetap mesti ada penjelasan tertulis dari apa yang dikerjakan.

"Harus ada paper akademisnya, harus ada narasinya ini apa, kenapa bisa seperti itu, mengapa ada alat ini. Bukan cuma barang jadi tapi enggak tahu dasarnya apa. Karena di sini kita bicara lingkup akademis," jelasnya.

Kualitas Lulusan

Dia mengungkapkan, saat ini sudah banyak kampus tak lagi mensyaratkan skripsi kepada calon lulusan. Menurutnya, apa pun syarat lulusnya, mahasiswa yang dihasilkan mesti dipastikan berkualitas.

"Bukan berarti skripsi tidak diwajibkan, lantas membuat mahasiswa senang. Apakah dengan mahasiswa senang, kita akan punya manusia yang unggul? Kita akan punya generasi masa depan yang cerdas atau tidak, itu," tandasnya.

Sebagai informasi, Mendikbudristek Nadiem Makarim telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Peraturan baru tersebut menyatakan bahwa skripsi, tesis, dan disertasi, tidak lagi menjadi syarat wajib kelulusan dan kampus memiliki otonomi tersendiri untuk menentukan apakah tetap menggunakan skripsi, proyek, atau prototipe.

Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Ova Emilia memastikan kebijakan pemerintah yang tidak menjadikan skripsi sebagai satu-satunya tugas akhir dan syarat kelulusan di jenjang S1 tidak akan menurunkan kualitas pendidikan tinggi. Menurutnya, selama ini skripsi dipahami sebagai satu-satunya bentuk tugas akhir mahasiswa, padahal sejatinya dapat pula diwujudkan dalam berbagai bentuk karya sesuai dengan kompetensi program studi yang digeluti.

"Bahwa dalam suatu pendidikan tinggi harus ada karya akhir, karya akhir itu bisa dalam bentuk apa saja, salah satunya adalah skripsi. Bisa juga dalam bentuk 'report', 'project'," ucapnya.

Dia memastikan, UGM masih akan melakukan kajian internal terkait implementasi dari aturan baru tersebut. Pembahasan akan menggunakan pendekatan partisipatif dari program studi dan fakultas.

"Ini kan transisinya ada dua tahun. Keputusannya adalah keputusan di senat akademik yang tentunya akan didiskusikan. Jadi saya kira kita akan kaji hal tersebut dan diputuskan dalam forum senat akademik," terangnya.

Baca Juga: