WASHINGTON DC - Lonjakan harga-harga energi dan pangan yang dipicu oleh invasi Russia ke Ukraina dapat memperburuk masalah keamanan pangan yang ada di Timur Tengah dan Afrika, serta dapat memicu meningkatnya kerusuhan sosial.

Kepala Ekonom Bank Dunia, Carmen Reinhart, dalam sebuah wawancara dengan Reuters, mengatakan Jerman akan menjadi tuan rumah pertemuan virtual para menteri pertanian kelompok tujuh negara-negara maju (G7), pada Jumat (11/3), untuk membahas dampak invasi di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang stabilitas pasar pangan.

"Akan ada konsekuensi penting bagi Timur Tengah, Afrika, Afrika Utara, dan Afrika sub-Sahara khususnya, yang telah mengalami kerawanan pangan," kata Reinhart.

"Saya tidak ingin menjadi melodramatis, tetapi tidak terlalu jauh bahwa kerawanan pangan dan kerusuhan adalah bagian dari cerita di balik Musim Semi Arab," katanya.

Musim Semi Arab mengacu pada protes dan pemberontakan prodemokrasi di Timur Tengah dan Afrika Utara pada 2010, dimulai di Tunisia dan menyebar ke lima negara lain yaitu Libia, Mesir, Yaman, Suriah, dan Bahrain.

Lonjakan harga-harga pangan secara tiba-tiba dapat menyebabkan keresahan sosial, seperti yang terjadi pada 2007-2008 dan lagi pada 2011, ketika kenaikan harga-harga pangan global dikaitkan dengan kerusuhan di lebih dari 40 negara.

Terus Meningkat

Komoditas-komoditas pertanian sudah 35 persen lebih tinggi pada Januari, dibandingkan setahun lalu, dan diperkirakan akan terus meningkat karena Russia dan Ukraina yang berkonflik merupakan pengekspor utama gandum, jagung, barley, dan minyak bunga matahari.

Para ahli mengatakan lonjakan harga energi dan pangan akan menambah lebih banyak subsidi dan utang di banyak negara berpenghasilan rendah, di mana sekitar 60 persen di antaranya sudah mengalami kesulitan utang.

Bank Dunia, bulan lalu, memperingatkan dampaknya bisa sangat berat di Timur Tengah dan Afrika Utara. Negara seperti Mesir mengimpor hingga 80 persen gandum mereka dari Ukraina dan Russia. Mozambik juga merupakan importir besar gandum dan minyak.

Reinhart mengatakan negara-negara Asia Tengah juga menghadapi tantangan ekonomi yang signifikan karena hubungan ekonomi dan perdagangan yang erat dengan Russia, yang oleh Dana Moneter Internasional (IMF) diperkirakan akan mengarah ke resesi tahun ini akibat sanksi Barat. "Ini memukul mata uang mereka, dan sudah ada tanda-tanda penarikan di bank-bank, masalah kepercayaan, ditambah dengan kerawanan pangan, dan pengiriman uang," katanya.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B. Suhartoko, mengatakan krisis energi dan pangan berpotensi terjadi jika perang Russia melawan Ukraina berkepanjangan. Hal ini bisa terjadi karena Russia merupakan salah satu pemasok minyak terbesar di dunia.

"Begitu pula Ukraina merupakan salah satu pemasok besar produksi pertanian di Eropa. Perang ini dipastikan akan mengurangi produksi dan distribusi pertanian ke negara lain, dampaknya tentu kenaikan harga pangan," kata Suhartoko.

Baca Juga: