Langkah Netflix untuk memproduksi serial live action dari manga populer "One Piece", memicu kekhawatiran para penggemar.

Live action seri manga terlaris di dunia yang juga telah diadaptasi menjadi anime dengan lebih dari 900 episode dinilai Nina Oiki, seorang peneliti gender dan politik di Universitas Waseda Tokyo, mengkhawatirkan mengingat rekam jejak studio Hollywood ketika berupaya menggarap manga Jepang ke layar kaca.

Menurut Oiki yang telah menjadi penggemar "One Piece" sejak masih berdiri di Sekolah Dasar itu, upaya masa lalu Amerika dalam menggambarkan komik Jepang dan karya-karya animasi terkadang terbukti mengecewakan.

"Saya tahu beberapa orang khawatir tentang apa yang mungkin terjadi dengan remake Hollywood," katanya seperti dikutip dari The Associated Press.

Sebelumnya, adaptasi Netflix atas "Death Note", sebuah manga dan anime tentang buku yang dapat membunuh orang, secara luas dikritik dan disebut sebagai kegagalan. Pada bulan Desember 2021, Netflix membatalkan "Cowboy Bebop" adaptasi live-action dari manga dan anime dengan nama yang sama setelah hanya tayang satu musim.

Rencana live action "One Piece" sendiri datang setelah keberhasilan global "Demon Slayer", manga lain diadaptasi menjadi film oleh Netflix.

Sementara itu, pakar budaya pop Jepang Roland Kels mengatakan adaptasi live action "One Piece" adalah momen yang menakjubkan untuk anime, mengingat platform streaming seperti Netflix, yang telah membantu membuat hiburan tanpa batas.

Adaptasi live action Hollywood dari produk-produk Jepang populer lainnya adalah "Your Name" pada 2016, hingga waralaba "Gundam" robot raksasa yang dimulai pada tahun 1979 hingga saat ini.

Live-action "One Piece" sendiri dibintangi oleh aktor Meksiko Iñaki Godoy ("The Imperfects") sebagai Monkey D. Luffy bersama aktor Amerika Emily Rudd ("The Romanoffs") sebagai Nami dan aktor Jepang-Amerika Mackenyu ("Fullmetal Alchemist: Revenge of Scar") sebagai Roronoa Zoro.

Baca Juga: