SINGAPURA - Para ilmuwan di Singapura dan Amerika Serikat (AS), menyimpulkan jika 30 persen hutan dan lahan dunia dapat diselamatkan, sekitar 1.000 spesies hewan yang hidup di habitat yang tidak dilindungi dapat lolos dari cengkeraman kepunahan.
Dikutip dari The Straits Times, baru-baru ini, salah satu spesies tersebut adalah coquette jambul pendek, burung kolibri kecil berwarna cerah yang berasal dari daerah kecil di Meksiko.
Burung kolibri sepanjang 7 centimeter ini diketahui hanya tinggal di kawasan sepanjang 25 kilometer di Meksiko selatan, dan habitat hutannya dengan cepat hilang menjadi perkebunan jagung, buah-buahan dan kopi. Dengan antara 250 dan 999 coquette dewasa yang tersisa di alam liar, spesies ini diklasifikasikan sebagai terancam punah.
"Dan jika sepertiga dari hutan, hutan bakau, dan lahan gambut di bumi ini dilestarikan, sekitar 10 miliar ton emisi karbon dioksida (CO2) dapat dihindari atau diasingkan dalam setahun," kata studi tersebut.
Itu adalah seperempat dari perkiraan emisi CO2 global dari aktivitas manusia pada 2022. Tapi berapa luas lahan ekstra yang perlu dilindungi untuk mencapai tujuan 30 persen? Diperkirakan 2,7 miliar hektare atau gabungan wilayah Tiongkok dan Russia.
Temuan ini diturunkan oleh ilmuwan konservasi Singapura dan AS dengan menggunakan citra satelit dan statistik untuk memodelkan manfaat penggandaan jumlah kawasan lahan lindung pada 2030.
Perlindungan laut dan samudera tidak tercakup dalam studi yang dipimpin oleh Pusat Solusi Iklim Berbasis Alam Universitas Nasional Singapura atau National University of Singapore Center for Nature-based Climate Solutions (CNCS).
Dilindungi dari Degradasi
Menurut Protected Planet, database online tentang kawasan lindung di seluruh dunia, saat ini, hampir 17 persen wilayah daratan di planet ini dilindungi dari degradasi dan penggundulan hutan.
Pada 7 Desember, negosiasi mengenai target global untuk melindungi setidaknya 30 persen daratan dan lautan planet ini pada tahun 2030 akan dimulai pada konferensi keanekaragaman hayati PBB, The 15th Conference of the Parties to the United Nations Convention on Biological Diversity, (COP15) di Montreal.
Pada Juni, lebih dari 100 negara termasuk AS, Timor-Leste, dan Estonia, telah bergabung dalam koalisi yang disebut Koalisi Ambisi Tinggi untuk Alam dan Manusia, guna mendukung target 30 persen ini. Beberapa negara sudah mencapai target. Misalnya, lebih dari 50 persen wilayah daratan Bhutan dan Luksemburg dilindungi.
Namun di Singapura yang terbatas, hanya sekitar 5 persen lahannya yang saat ini dilindungi, dan itu termasuk empat cagar alamnya.
"Karena keterbatasan lahan di Singapura, wilayah alami kami cenderung kecil dan terisolasi," bunyi laporan nasional keenam negara pulau itu untuk Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati, yang diserahkan pada 2020.
Tetapi untuk menjaga keanekaragaman hayati di kawasan ini, penting untuk menghubungkan ruang hijau, memulihkan habitat, dan mengimplementasikan proyek pemulihan spesies, di antara upaya lainnya, tambah dokumen itu.
"Integrasi alam ke lanskap Singapura dan berbagai infrastruktur kemungkinan merupakan cara yang baik untuk mencoba memaksimalkan jumlah manfaat keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem. mengingat keterbatasan kami yang ada," kata peneliti di CNCS dan penulis utama studi pemodelan 30 persen, Zeng Yiwen.
Makalahnya, yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah Science Advances pada Juni, memodelkan perlindungan lahan global melalui sembilan skenario. Salah satu skenario memprioritaskan pelestarian kawasan alam yang jauh dari pemukiman manusia dan tidak terancam deforestasi. Negara dan wilayah dapat mulai mengincar tempat-tempat itu karena mungkin lebih mudah untuk dilindungi.