JAKARTA - Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Bagong Suyoto mengatakan pencemaran akibat pembalut itu semakin mahal bagi lingkungan, jika dibiarkan, tanpa langkah kongkrit maka akan terjadi malapetaka lingkungan.

Sebab, kata Bagong, pembalut sekali pakai punya daya seraf tinggi, mengandung klorin dan dioksin sebagai pemutih, phthalates agar pemukaan pembalut halus, serta pestisida yang digunakan untuk memelihara tanaman kapas.

"Inilah mengapa sebagian wanita mengalami iritasi saat memakai pembalut sekali pakai. Menurut WHO juga menyebabkan kanker rahim, kanker serviks, masalah imun, infertilitas, serta gangguan tiroid." Ujarnya dalam pernyataan tertulis yang diterima Koran Jakarta, Rabu (4/8).

Pertanyaannya, bagaimana cara hentikan malapetaka lingkungan akibat bercampurnya limbah pembalut dan limbah lain,

Menurut Bagong ada bebarapa hal yang perlu mendapat perhatian. Pertama kejelasan kebijakan, penafsiran kebijakan, tindak aksi dalam penanganan sampah. Bagaimana seharus sampah biasa, limbah popok, pembalut, limbah medis/limbah B3 dikelola secara professional taat aturan/hukum.Aksi pengolahan sampah yang dilakukan pemerintah pusat dan kabupaten/kota harus menjadi contoh terbaik. Pengelolaan sampah merupakan domain public, maka pemerintah harus menjadi mesin utama dan teladan.

Bagong menegaskan, semua pihak harus melaksanakan mandat UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah No. 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah dan Sampah Sejenis Rumah Tangga,.

Selain itu, mendorong pemerintah menfasilitasi dan bantuan riel pada gerakan pilah, olah dan kurangi sampah dari rumah atau sumber sampah. Gerakan ini harus ditumbuh-kembangkan menjadi Gerakan Masyarakat secara luas. Semua orang/stakeholders punya tanggung jawab bersama menangani sampah.

Bukan hanya itu, menambahkan, mendorong dan menyediakan berbagai infrastruktur dan pengolahan sampah dengan dukungan multi-teknologi; composting, recycling, Refused Derive Fuel (RDF), gasifikasi, insinerasi, plasma gasifikasi sangat diperlukan. Pada situasi sekarang harus disediakan proven-technology skala besar terutama untuk megapolitan dan metropolitan yang memproduksi sampah 3.000-10.000 ton/hari.

Keempat, tegas Bagon mengurangi ketergantungan pada TPA atau menuju zero landfill. Pemerintah kabupaten/kota harus punya target tinggi reduksi sampah yang dibuang ke TPA, misal 20 persen, 30 persen pada tiga tahun ke depan, 50 persen, 60 persen pada lima tahun ke depan. Sehingga suatu saat sampah yang dibuang ke TPA hanya 70-80% saja. Hal ini sesuai dengan Induk Perencanaan (Master Plan) dan Jakstrada Pengelolaan Sampah Kabupaten/Kota.

Terakhir, pemerintah pusat dan kabupaten/kota harus melakukan pengawasan secara rutin, ketat dan berkelanjutan. "law-enforcement tanpa pandang bulu. Jika terjadi pelanggaran serius harus diproses secara hukum dan adanya sanksi tegas. Mereka yang melanggar larangan harus diberi sanksi/hokum, ujarnya.

Bagong menegaskanm semua itu masih menjadi pekerjaan besar yang harus diselesaikan dengan sungguh-sungguh. Jika malas dan abai maka permasalahan tersebut akan semakin kompleks dan ruwet. emh/P-5

Baca Juga: