Para operator blok migas perlu melakukan berbagai terobosan, termasuk penggunaan teknologi terbaru dalam proses eksplorasi sumur baru untuk menggenjot produksi.

JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melaporkan capaian lifting minyak dan gas bumi (migas) hingga September lalu baru mencapai 96 persen dari target 1.712 juta barrel oil equivalent per day (BOEPD).

Pemerintah berharap para operator blok migas meningkatkan produksi, melakukan berbagai terobosan, termasuk penggunaan teknologi terbaru dalam proses eksplorasi sumur baru. Tujuannya agar penurunan produksi tak terjadi, khususnya pada ladang migas yang sudah tua.

Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, menyebut hingga September 2021, lifting migas mencapai 1.640 BOEPD. "Rinciannya lifting minyak sebesar 661 ribu barrel oil per day (bopd) atau sekitar 93,8 persen dari target 705 ribu bopd dan gas sebesar 5.481 million standard cubic feet per day (MMSCFD) atau 97,2 persen dari target 5.638 MMSCFD," ungkapnya di Jakarta, Selasa (19/10)

Dwi menerangkan dari 15 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) besar. Masih ada beberapa yang belum memenuhi target. Blok Cepu misalnya, menghadapi kondisi di mana titik puncaknya sudah mulai ada penurunan karena mulai muncul air di sana sehingga produksinya menurun

Saat ini pihaknya telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk kegiatan pengeboran lima sumur infield dan dua sumur tambahan. Nantinya, dengan persetujuan ini maka diharapkan upaya menahan laju penurunan serta peningkatan produksi di 2022 dapat dilakukan.

Kemudian, lanjutnya, Pertamina Hulu Rokan (PHR) pun masih menghadapi tantangan peningkatan produksi setelah tidak adanya kegiatan pengeboran di masa akhir pengelolaan Chevron. "Masih cukup struggle untuk bisa menutup dari tidak melakukan pengeboran sama sekali di tahun sebelumnya, namun kita lihat titik-titiknya sudah mendatar," ujar Dwi.

Kondisi sedikit berbeda terjadi di sektor gas yang dinilai lebih baik didorong oleh serapan yang cukup baik. Kondisi ini pun dinilai lebih baik dari tahun lalu.

Dwi menambahkan, lifitng minyak dan kondensat menemui sejumlah kendala yang berimbas pada potensi pengurangan lifting. Sejumlah kendala tersebut antara lain low entry point sebagai imbas pandemi Covid-19 pada tahun lalu yang membuat lifting di awal tahun sedikit terkendala, unplanned shutdown, penundaan pengeboran dan kegiatan work over sumur serta penundaan onstream lapangan migas. Secara total hal ini berdampak pada berkurangnya sekitar 47,7 ribu bopd.

Hingga akhir 2021, lifting diperkirakan bakal mencapai 665 ribu bopd atau 94 persen dari target 705 ribu bopd.Sementara itu, salur gas diprediksi bakal mencapai sekitar 5.529 MMSCFD atau setara 98 persen dari target sebesar 5.638 MMSCFD.

Eksplorasi Masif

Sementara itu, Menteri ESDM, Arifin Tasrif, menuturkan salah satu contoh blok tua ialah Blok Rokan. Ladang migas ini masih memiliki sumber migas yang potensial untuk kedepannya, jadi untuk itu memang managemen Pertamina harus melakukan pekerjaan eksplorasi drilling yang masif untuk bisa meningkatkan produksi lagi.

"Kalau dulu ada program steam flood mungkin ke depannya ada Chemical Enhanced Oil Recovery (CEOR)," ujar Arifin.

Baca Juga: