Kuah kaldu sapi yang lezat dengan sedikit jejak rasa "terasi" menambah nikmat semangkuk Soto Tangkar Tanah Tinggi. Soto tangkar legendaris yang sudah ada sejak 1946.
S oto Tangkar Tanah Tinggi, begitu penikmat kuliner menyebutnya. Keberadaannya sudah puluhan tahun. Bahkan, hampir sama dengan usia kemerdekaan Indonesia. Jika Indonesia resmi menjadi negara merdeka pada 1945, maka almarhum Ihksan, perintis awal usaha Soto Tangkar Tanah Tinggi ini, memulai jualannya setahun kemudian, tahun 1946.
Di Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat. Nama Tanah Tinggi diberikan karena lokasi dagang soto tangkar ini memang berada di wilayah Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat. Lokasinya tidak terlalu jauh dari kawasan Pasar Senen, Jakarta Pusat. Memang sedikit tersembunyi. Malah nyaris tak dikenali jika tidak cermat menyusuri Jalan Tanah Tinggi III.
Tempat makannya menyerupai garasi rumah. Saat ini, Soto Tangkar Tanah Tinggi memang berlokasi di Jalan Tanah Tinggi III. Ini merupakan lokasi ke tiga setelah pemiliknya berkali-kali memindahkan lokasi dagang mereka.Tapi, meski berpindah-pindah tempat, menu yang mereka sajikan masih sama, soto tangkar. Para pembelinya pun tak berkurang.
"Kalau keluarga saya sendiri tinggalnya sudah tidak di sini (Tanah Tinggi). Kami tinggal di Tangerang. Tapi kami asli Betawi. Betawi Senen," kata Junaedi.
Junaedi merupakan generasi keempat dari Ikhsan yang mewariskan usaha soto tangkar ini kepada anak-anaknya untuk di kelola.Saat ini, Junaedilah yang mengelola soto tangkar bersama sejumlah saudaranya, termasuk paman dan bibinya.Masih Sama Meski sudah generasi keempat, namun Junaedi menjamin rasa yang ditawarkan soto tangkarnya masih sama dengan racikan kakekbuyutnya dahulu. "Kan kalau resep kan diturun-temurunkan. Jadi sudah sama.
Tidak coba dimodifikasi. Karena resepnya memang sudah orisinil seperti itu," tambah Juanedi. Beruntung, Junaedi juga mengaku memiliki "tangan" yang sama dengan sang ayah dan kakekbuyutnya. Sehingga reaksi para pelanggan selalu positif. Artinya, ia bisa mempertahankan originalitas rasa dari soto tangkar yang kadung terkenal ini.
"Kebanyakan pelanggan bilang, 'tangan' saya sama kaya bapak saya, sama kaya kakek saya kalau masak. Jadi, mereka tetap pada suka," kata Junaedi yang kerap mendapati pelanggan ayah atau kakeknya masih mampir ke warung makannya tersebut.
Tidak hanya resep yang masih dipertahankan oleh Junaedi, cara mengolah soto tangkar juga masih sama dengan cara yang dilakukan orang tua dan kakeknya, yakni menggunakan kayu bakar. Penggunaan kayu bakar, menurut Junaedi, membuat aroma tersendiri dalam sajian soto tangkar racikannya memiliki bau sedap wangi yang khas.
Demi alasan mempertahankan teknik memasak dengan tungku dan kayu bakar inilah, yang membuat keluarga Junaedi pindah ke Tangerang dan harus berpindahpindah lokasi dagang. Pasalnya Tanah Tinggi yang semakin padat, membuat keluarga Junaedi tidak enak hati harus memasak soto mereka dengan kayu bakar. Asap kayu bakar bisa mengganggu tetangga.
"Jadi tidak enak lagi kalau hurus pakai kayu bakar. Jadi, kami pindah saja ke Tangerang," kata Junaedi. Setiap harinya, puluhan porsi soto tangkar dibawa dari Tangerang ke Tanah Tinggi.
Sesampainya di tempat makan ini, soto tangkar kembali diolah menggunakan tungku untuk menjaga kuah soto tangkar tetap hangat. Campur dan Daging Semangkuk Soto Tangkar Tanah Tinggi adalah semangkuk kelezatan hidangan kuah berkaldu sapi dan berbumbu santan yang lezat. Aroma rempahnya sangat terasa dengan sedikit aroma terasi tersembunyi dari balik kuah kaldu yang ringan lezat di lidah. "Kami memang pakai terasi untuk bumbunya. Biar lebih sedep," kata Junaedi.
Terasi biasanya digoreng lebih dulu, baru dimasukkan bumbu kuning untuk ditumis sampai benar-benar wangi dan mengeluarkan aroma yang sangat sedap menggoda hidung. Pada dasarnya, soto tangkar menggunakan sisa potongan daging sapi bagian iga yang cukup kaya serat lemak. Akan tetapi, untuk Soto Tangkar Tanah Tinggi menggunakan daging sapi bagian lain.
Tak hanya bagian iga saja. Di sini pengunjung juga bisa memilih sendiri, apakah soto daging atau campur. Soto daging terdiri dari potongan daging sapi yang lembut. Sementara soto campur terdiri dari potongan campuran antara daging sapi, babat, usus, hingga kikil ataupun daging bagian kepala sapi yang kenyal gurih. Soal rasa, tak perlu diragukan, baik soto daging maupun soto campur semua sama-sama nikmat.
Kuah soto begitu gurih. Maklum, Junaedi menggunakan daging dan tulang sapi untuk membuat kaldu. Aroma rempah juga sangat terasa, paduan kunyit, kemiri, ketumbar bawang merah, dan bawang putih, serta sejumlah bumbu lainnya. Sangat aromatik.
Baik daging maupun babat dan "jeroan" sapi lainnya juga sangat lembut. Junaedi memasaknya hingga berjam-jam sehingga cukup lembut saat disantap. "Lama ngrebusnya dan berkali-kali diganti. Jadi air kuahnya tidak terasa bau amis," kata Junaedi. Untuk melengkapi sajian soto tangkarnya, Junaedi menambahkan acar timun dan wortel sebagai kondimennya. Paduan acar membuat soto yang tadinya gurih menjadi gurih segar. Ada juga perkedel dan krupuk yang membuat sajian santapan menjadi semakin meriah. Seporsi soto tangkar, baik campur maupun soto daging, dibanderol dengan harga 30.000 rupiah. Tapi itu belum termasuk nasi. Seporsi nasi dihargai 5.000 rupiah, tapi porsi nasi bisa diambil sesukanya alias sekeyangnya.nik/S-2