JAKARTA - Lembaga otoritas keuangan dinilai harus tetap independen dan bebas dari campur tangan pihak lain dalam melaksanakan tugas dan wewenang. Salah satunya adalah kewenangan Bank Indonesia (BI) dalam menjaga inflasi dan stabilitas nilai tukar.

"UU Nomor 3 Tahun 2004 atas perubahan UU Nomor 23 Tahun 1999 menegaskan independensi BI sebagai bank sentral bebas dari campur tangan pemerintah atau pihak lain dalam melaksanakan tugas," kata Pengamat ekonomi, Piter Abdullah, dalam pernyataan di Jakarta, Rabu (7/12).

Dia juga menyoroti kemungkinan keterlibatan DPR dalam memilih panitia seleksi Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang masuk usulan dalam draf RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK).

"Seharusnya OJK itu sama dengan BI, tidak perlu pakai panitia seleksi. BI tidak pakai panitia seleksi. Untuk Ketua dan Wakil Ketua Komisioner OJK cukup Presiden yang mengajukan nama ke DPR," katanya.

Sebelumnya terdapat isu krusial dalam pembahasan RUU P2SK di parlemen yang dikhawatirkan dapat mengganggu independensi lembaga otoritas keuangan seperti BI, OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Beberapa isu tersebut adalah penghapusan larangan Anggota Dewan Gubernur BI untuk menjadi pengurus partai politik, penambahan mandat BI untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, dan pemilihan panitia seleksi untuk Anggota Dewan Komisioner OJK.

Peneliti Senior Departemen Ekonomi CSIS Deni Friawan mengatakan usulan pasal yang menginginkan BI untuk terlibat dalam pertumbuhan ekonomi akan mengurangi independensi bank sentral dalam menjaga inflasi dan stabilitas kurs.

"Hal ini merupakan sebuah kemunduran yang luar biasa. Lembaga otoritas keuangan tersebut akan rentan diintervensi oleh partai politik, parlemen dan pemerintah," katanya.

Dia juga menilai kompromi atas independensi bank sentral bisa berakibat negatif bagi perekonomian suatu negara, berkaca dari Turki yang saat ini tercatat mengalami inflasi tinggi hingga 85 persen, karena mencabut independensi Bank Sentral Turki (TCMB).

Sisi Buruk

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad juga mengingatkan sisi buruk ketika kebijakan moneter diambil berdasarkan pertimbangan politik, karena berpotensi terjadi area rent seeking atau hanya menguntungkan pihak tertentu.

"Misalnya bisa saja terjadi inside trader, orang menaikkan suku bunga atau menaikkan suku bunga ketika menjadi anggota Dewan Gubernur. Kondisi itu akan sangat mempengaruhi pelaku pasar," katanya.

Menurut dia, akan lebih efektif jika pemerintah tidak terburu-buru dalam membahas RUU P2SK dan fokus untuk memaksimalkan serta memperkuat koordinasi dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menghadapi potensi resesi global pada 2023.

Baca Juga: