JAKARTA - Keberadaan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Tanah Air tanpa diimbangi dengan peraturan yang ketat membuka celah terjadinya pelanggaran seperti adanya TKA ilegal. Demikian hasil kajian Kedeputian Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial Kemanusiaan (IPSK) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang disampaikan Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Devi Asiati dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Kamis (13/7).

Ia mengatakan masuknya TKA ke Indonesia menjadi konsekuensi atas meningkatnya investasi asing. Terlebih, Indonesia sebagai penganut sistem ekonomi terbuka membuka kesempatan bagi investor asing untuk terlibat dalam perekonomian domestik melalui Penanaman Modal Asing (PMA). Diakui, masuknya modal asing menciptakan kesempatan kerja bagi tenaga kerja lokal maupun TKA.

"Memang di satu sisi, keberadaan TKA membuka peluang terciptanya proses transfer pengetahuan dan teknologi. Tapi di sisi lain, keberadaan mereka tanpa diimbangi dengan peraturan yang ketat membuka kesempatan terjadinya pelanggaran seperti adanya tenaga kerja asing ilegal," ungkapnya.

Sejumlah Permasalahan

Ia mengatakan berdasarkan hasil kajian peneliti Kedeputian IPSK LIPI menunjukkan bahwa terdapat beberapa permasalahan TKA di Indonesia. Pertama, tingginya intensitas penggunaan TKA dalam proyek investasi dari Tiongkok dibandingkan negara lain. Dalam kurun waktu 2010 hingga 2016, Tiongkok merupakan salah satu dari 10 investor terbesar yang masuk ke Indonesia.

Peningkatan nilai investasi mereka yang nisbi lebih cepat dibanding negara lain, membawa konsekuensi tingginya tenaga kerja mereka yang masuk ke Indonesia. Kedua, penemuan TKA Tiongkok tanpa dokumen resmi di sejumlah daerah, seperti Bogor, Konawe, Gresik, Murungraya, dan daerah lainnya mengindikasikan keberadaan TKA ilegal asal negara Tirai Bambu ini telah menyebar ke berbagai daerah di Indonesia.

Ketiga, adanya celah peraturan yang berpotensi memunculkan TKA ilegal, yaitu perubahan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 12 Tahun 2013 menjadi Permenaker Nomor 16 Tahun 2015 dan diubah lagi menjadi Permenaker 35 Tahun 2015 tentang perubahan atas Permenaker Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan TKA.

Perubahan tersebut cenderung melonggarkan penggunaan TKA, khususnya dilihat dari penghapusan mengenai syarat dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Demikian pula dengan penghapusan rasio jumlah TKA dengan tenaga kerja lokal.

Sebelumnya pada Pasal 3 Permenaker Nomor 16 Tahun 2015 masih mencantumkan satu orang TKA menyerap 10 tenaga kerja lokal sehingga hal ini juga berdampak terhadap berkurangnya peluang penciptaan kesempatan kerja bagi tenaga kerja lokal. Keempat, lanjutnya, pengawasan TKA yang belum maksimal. Minimnya ketersediaan tenaga pengawas menjadi salah satu kendala dalam melakukan pengawasan TKA. cit/E-3

Baca Juga: