Karena itu KPK harus mengawal dari awal hingga akhir lelang jabatan agar para kepala daerah seperti bupati, wali kota, dan gubernur tidak membawa "orang-orangnya" yang berjasa saat pemilihan kepala daerah (pilkada).
Lelang jabatan adalah promosi terbuka dan kompetitif di kalangan pegawai negeri sipil (PNS). Lelang jabatan menjadi sistem mekanisme yang dilakukan dalam mengimplementasikan pengangkatan PNS pada suatu jabatan struktural yang dilakukan berdasarkan prinsip profesionalisme.
Praktik pengisian jabatan pemerintahan atau birokrasi ini dilakukan untuk memenuhi prinsip meritokrasi. Meritokrasi atau sistem merit menurut Pasal 1 angka 22 UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan kebijakan dan manajemen ASN yang didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.
Lelang jabatan sendiri sudah dikenalkan dan dipraktekkan di negara-negara Barat, dengan istilah yang berbeda-beda. Tujuannya adalah untuk memilih aparatur yang memiliki kapasitas, kompetensi, dan integritas yang memadai untuk mengisi posisi/jabatan tertentu.
Dengan adanya lelang jabatan, diharapkan mampu memperkecil terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Hal ini karena lelang jabatan dilakukan secara transparan. Mekanisme lelang jabatan mampu mencegah terjadinya politisasi birokrasi, atau sikap pemimpin yang memilih pejabat berdasarkan subjektivitas.
Lelang jabatan merupakan terobosan pemerintah yang memudahkan publik untuk memantau dan memberikan masukan terhadap jalannya proses pemerintahan. Meski tujuannya baik, untuk menciptakan kompetisi yang fair dan objektif sehingga dapat diperoleh calon pemimpin terbaik namun dalam praktiknya tidak semudah itu, selalu saja ada upaya-upaya tidak fair dan tidak transparan. Lebih menyedihkan lagi, hal itu kerap kali melibatkan pejabat tertinggi.
Tentu kita masih ingat kisah Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari dan suaminya yang juga mantan Bupati Probolinggo, Hasan Aminuddin ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan suap seleksi jabatan di Pemerintah Kabupaten Probolinggo. Tidak hanya mereka berdua, suap jabatan tersebut juga melibatkan belasan pejabat Pemkab Probolinggo lainnya.
Yang terbaru, Walikota Bekasi, Rahmat Effendy yang akrab disapa Pepen bersama beberapa ASN dan pihak swasta ditangkap KPK, Rabu (4/1). Mereka ditangkap terkait dugaan korupsi penerimaan janji atau hadiah pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi.
Memang lelang jabatan yang tujuannya baik, untuk memperoleh pemimpin yang benar-benar melayani rakyat, namun dalam prakteknya terbukti banyak disalahgunakan. Rawan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam lelang jabatan. Karena itu, proses lelang jabatan baik yang ada di tingkat kabupaten dan kota, tingkat gubernur, maupun tingkat kementerian ada baiknya melibatkan KPK.
Lelang jabatan memungkinkan orang di luar birokrasi bisa menempati jabatan tertentu di pemkab, pemkot, dan pemprov. Karena itu KPK harus mengawal dari awal hingga akhir lelang jabatan agar para kepala daerah seperti bupati, wali kota, dan gubernur tidak membawa "orang-orangnya" yang berjasa saat pemilihan kepala daerah (pilkada).