JAKARTA - Masalah pertanahan, khususnya perpanjangan Hak Guna Bangunan atau HGB di atas tanah negara yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi perhatian legislator PDIP di Komisi II DPR RI, Riyanta.
"Ada beberapa hal yang sebenarnya saya ulang-ulang, yaitu berkaitan dengan pelayanan dan pertanahan di daerah istimewa Yogyakarta, khususnya mengenai perpanjangan HGB diatas tanah negara," ungkap Riyanta dalam rapat kerja antara Komisi II DPR RI dengan Menteri ATR/Kepala BPN RI terkait ?Penyesuaian RKA-K/L Tahun 2025 sesuai hasil Pembahasan Badan Anggaran DPR, Rabu (11/9/2024).
Legislator asal DIY itu mengingatkan, berdasarkan kepres no. 33 tahun 1984 dan perda DIY No.3 tahun 1984, Sultan Yogyakarta saat itu, menyatakan tunduk kepada Undang-Undang No. 5 tahun 1960, bahwa semua tanah bekas hak barat sejak 24 September, jadi tanah negara dan segala persoalan yang mengacu kepada pelayanan pertanahan di daerah Istimewa Yogyakarta sudah selesai. Tetapi pada kenyataannya, masalah tersebut belum selesai.
"Dulu waktu Pak Hadi (Menteri Pertanahan yang lama-red) sebenarnya sudah ada satu komitmen, dimana masalah itu mau di selesaikan, tetapi sampai saat ini belum ada kejelasan. Saya ingin hal-hal yang seperti ini, sebenarnya secara hukum sudah jelas, ya di selesaikan saja," tambah Riyanta yang juga sebagai Ketua Gerakan Jalan Lurus itu.
Menurutnya, masalah pelayanan yang berkaitan dengan pertanahan dan aturan internal di Badan Pertanahan Negara sudah ada, seperti yang terdapat dalam Peraturan Kepala BPN atau Perkaban No. 1 tahun 2010 dan UU no 30 tahun 2014 yang mengatur praktek azaz legalitas pemerintah, sehingga permasalahan ini dapat di selesaikan secara hukum.
Riyanta menegaskan pihaknya tidak dalam posisi berpihak kepada Kesultanan Yogjakarta ataupun berpihak kepada rakyat pemegang HGB, tetapi dirinya berkeinginan semata-mata agar masalah ini selesai berdasarkan hukum yang di tegakkan. Sesuai UU No.12 tahun 2011.
Ia juga menganjurkan kepada Komisi II DPR RI, untuk bisa mengambil referensi masalah pertanahan tersebut ke STPN jika ada masalah-masalah terkait pertanahan.
Masalah selanjutnya yang di sampaikan Riyanta adalah masalah IKN. Menurutnya, banyak permasalahan yang terjadi di IKN terutama aktivitas jual-beli yang belum bisa di laksanakan walau aturannya sudah ada. Selain itu banyak tanah milik adat yang diambil secara paksa oleh pemerintah.
"Saya baru saja mendapat kontak dari Lurah di Sungai Merdeka, di kecamatan Semboja, sampai dengan hari ini belum ada kegiatan jual-beli. Bagaimana IKN bisa sesuai target kalau sampai hari ini belum ada aktivitas jual-beli, walaupun ketentuannya sudah ada," katanya.
Riyanta menambahkan, hal yang sering terjadi di IKN adalah, tanah yang selama ini menjadi milik warga, namun tiba-tiba terbit surat dari Menteri Kehutanan sehingga tanah-tanah tersebut akhirnya terbengkalai, walau di dalamnya sudah terdapat bangunan seperti masjid, sekolah dan lain-lain.