BEIRUT - Ledakan dahsyat sekitar 2.700 ton amonium nitrat di Gudang Pelabuhan Beirut, Lebanon, Selasa (4/8), yang menewaskan sedikitnya 100 orang serta melukai 4.000 lainnya, membuat perekonomian Lebanon makin terpuruk.

Sebelum ledakan dahsyat tersebut, masyarakat Lebanon telah terjerembap dalam cengkeraman krisis ekonomi yang kuat. Kini ditambah lagi dengan pandemi virus korona baru dan ledakan dahsyat itu. Ketegangan politik juga sedang tinggi di sana menjelang putusan persidangan pada Jumat esok, terkait kasus pembunuhan mantan Perdana Menteri Rafik Hariri, pada 2005.

Sejak Maret 2020, harga sebagian besar barang di Lebanon melonjak hampir tiga kali lipat. Sementara nilai mata uang negara itu turun 80 persen dan sebagian besar warganya harus kehilangan pekerjaan. The Guardian melaporkan korupsi di tubuh pemerintahan dan kesalahan dalam mengatur keuangan negara menjadi salah satu penyebab Lebanon berada di ambang kehancuran finansial.

Krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya di Lebanon telah mendorong puluhan ribu orang jatuh miskin. Sekaligus, memicu protes anti-pemerintah terbesar yang pernah terjadi di negara itu dalam lebih dari satu dekade pada pertengahan Juli lalu. Utang publik terhadap produk domestik bruto (PDB) Lebanon adalah tertinggi ketiga di dunia. Pengangguran di Lebanon mencapai 25 persen dan hampir sepertiga penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.

Pada saat yang sama, masyarakat semakin marah dan frustrasi tentang kegagalan pemerintah dalam menyediakan layanan dasar. Masyarakat harus berhadapan dengan pemadaman listrik harian, kurangnya air minum, terbatasnya layanan kesehatan masyarakat, dan beberapa koneksi internet terburuk di dunia.

Mereka menyalahkan elite penguasa yang telah mendominasi politik selama bertahun-tahun, hanya untuk mengumpulkan kekayaan mereka sendiri. Sementara itu, mereka gagal melakukan reformasi besar-besaran yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi rakyatnya.

Dana Darurat

Presiden Michel Aoun mengatakan pemerintah Lebanon akan mengalokasikan dana darurat sebesar 66 juta dollar AS atau sebesar 961,9 miliar untuk bencana ledakan besar yang terjadi di Pelabuhan Beirut itu.

Setelah ledakan besar terjadi, Aoun menggelar pertemuan kabinet menetapkan hari Rabu sebagai hari berkabung, dan menyatakan status darurat untuk Beirut, Lebanon selama dua minggu ke depan. Masa berkabung berlangsung selama tiga hari.

Berdasarkan informasi yang ada, amonium nitrat yang disimpan di Gudang Pelabuhan Beirut yang meledak itu, dilaporkan berasal dari kapal yang disita di pelabuhan Beirut pada 2013 silam.

Amonium nitrat memiliki sejumlah kegunaan yang berbeda, tetapi dua yang paling umum adalah sebagai pupuk pertanian dan sebagai bahan peledak. Zat ini sangat eksplosif ketika bersentuhan dengan api, dan ketika meledak, amonium nitrat dapat melepaskan gas beracun termasuk nitrogen oksida dan gas amonia.

Zat ini sangat mudah terbakar, sehingga ada aturan ketat tentang cara menyimpan amonium nitrat dengan aman. Di antara persyaratannya adalah lokasi penyimpanan harus benar-benar tahan api. Selain itu, tidak boleh ada saluran air, pipa atau saluran lain, di mana amonium nitrat bisa terpicu untuk menciptakan bahaya ledakan lebih besar.

Kepala Palang Merah Lebanon, George Kettani, mengatakan bahwa korban berjatuhan di mana-mana dan diperkirakan akan meningkat sejalan dengan petugas penyelamat yang terus mencari korban selamat maupun tewas di antara puing-puing bangunan.

"Apa yang kita saksikan adalah bencana besar. Ada korban dan korban di mana-mana. Penyelidikan sedang dilakukan untuk menemukan pemicu sebenarnya yang membuat terjadinya ledakan dahsyat itu," ujar Kettani. n AFP/SB/P-4

Baca Juga: