JAKARTA - Optimalisasi perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) perlu dilaksanakan secara kolaboratif antar instansi pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah (Pemda). Karena itu, Pemda menyusun strategi dalam implementasi peran pelindungan PMI. Salah satunya lewat Layanan Terpadu Satu Atap Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

Demikian dikatakan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo saat memberi sambutan di acara Rapat Koordinasi Teknis BadanPelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI)Tahun 2021 yang mengusung tema Sinergi dan Kolaborasi Menuju Gerakan Aksi Lindungi PMI, di Bali, Kamis (4/11).

Menurut Tjahjo, penyusunan strategi dalam implementasi peran pelindungan pekerja migran Indonesia sangat penting. Sebab, salah satu amanat baru yang diemban oleh Pemda adalah Layanan Terpadu Satu Atap Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

"Implementasi amanat tersebut perlu segera dilakukan percepatan untuk menjamin penyelenggaraan layananpenempatan yang mudah, murah, dan aman secara terintegrasi," kata mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tersebut.

Optimalisasi perlindungan PMI pada level Pemerintah Pusat, kata Tjahjo, yang memegang peranan penting adalah Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Luar Negeri, dan BP2MI. Lembaga-lembaga Inilah yang mempunyai peran strategis dalampenanganan pelindungan pekerja migran.

"Tidak hanya itu layana pelindungan dan penempatan yang diberikan jugaperlu didukung dengan kementerian atau lembaga sektor dan aparat penegak hukum," katanya.

Menteri Tjahjo menambahkan, paska UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, perlu dilakukan transformasi kelembagaan secara menyeluruh pada organisasi BP2MI. Bagaimana pun juga UU Nomor 18 tahun 2017 ini adalah tonggak perjalanan penting dalam penguatan kelembagaan pelindungan pekerja migran Indonesia.

"Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) sendiri bersama dengan BP2MI telah menyelesaikan penyusunan organisasi Kantor Pusat BP2MI melalui Perpres Nomor 90 Tahun 2019 tentang Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan Peraturan BP2MI Nomor 4Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja BP2MI," katanya.

Menurut Tjahjo, penataan organisasi tersebut memang masih menyisakanpekerjaan besar yaitu transformasi UPT BNP2TKI menjadi UPT BP2MI, yang saat ini dalam proses pembahasan intensif antar kementerian dan lembaga yang diinisiasi oleh Kemenpan RB. Keberadaan UPT dalam pelaksanaan tugas BP2MI itu sendiri memiliki peran yang sangat strategis dalam peningkatan kualitas pelindungan PMI.

"Terutama untuk menjamin layananpelindungan di wilayah kantong PMI. Hal tersebut juga selaras dengan pengaturan di dalam Perpres Nomor90 Tahun 2019 tentang BP2MI yang mengamanatkan bahwa di lingkungan BP2MI dapat dibentuk UPT setelah mendapat persetujuan Menteri RB," ujar mantan Anggota DPR enam periode tersebut.

Karena, kata dia, penataan UPT BP2MI ke depan perlu memperhatikan beberapa hal. Pertama, penyesuaian ruang lingkup fungsi UPT dengan tugas dan fungsi Kantor Pusat (Deputi). Kedua, jumlah dan besaran organisasi BP2MI perlu direview dengan mengedepankan semangat penyederhanaan birokrasi. Ketiga, pembentukan UPT perlu dipandang sebagai strategi optimalisasi dukungan sumber daya BP2MI terhadap LTSA Pemda.

"Melalui strategi penataan tersebut, diharapkan dapat mendorong pelaksanaan kolaborasi layananpelindungan PMI antara kementerian, lembaga dan daerah yang menjangkau seluruh wilayah NKRI," katanya.

Menteri Tjahjo juga mengatakan, bahwa setelah diterbitkannya UU nomor 18Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, masih ada sejumlah tantangan dalam implementasinya. Tantangan itu antara lain, pertama definisi mandat dalam UU ke dalam tugas dan fungsi masing-masing kementerian, lembaga dan daerah. Kedua, silo sistem layanan dan pengelolaan data PMI. Dan ketiga:pembentukan LTSA atau Layanan Terpadu Satu Pintu yang belum secara merata menjangkau wilayah kantong PMI.

"Tantangan tersebut dapat diselesaikan dengan beberapa strategi. Pertama, penataan kelembagaan pada masing-masing kementerian, lembaga atau Pemda, utamanya review terhadap tugas dan fungsi dengan mendasarkan pada pembagian peran di dalam UU dan peraturan pelaksanaannya," katanya.

Strategi kedua, lanjut Tjahjo, integrasi proses bisnis antar kementerian, lembaga dan Pemda. Ini sangat penting agar tercipta mekanisme hubungan kerja yang jelas dan teratur. Strategi ketiga, penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) terintegrasi untuk mendukung layanan penempatan dan pelindungan yang mudah, murah, dan cepat. Keempat, optimalisasi Layanan Terpadu Satu Atap yang dibentuk oleh Pemda, sebagai bagiandari integrasi sistem layanan yang terkoordinasi dan terpadu.

"Pemerintah Pusat juga dapat memberikan dukungan dengan menempatkan sumber daya pada LTSA tersebut," ujarnya.

Baca Juga: