Dokter harus melayani pasien dengan komunikasi yang baik dan berorientasi pada kepuasan pasien.
JAKARTA - Pendidikan dokter saat ini tidak cukup dengan kompetensi, tetapi harus ada sentuhan yang lebih manusiawi. Misalnya, bagaimana dokter memperlakukan pasien, komunikasi yang bagus dan juga berorientasi pada kepuasan pasien.
Demikian dikatakan oleh Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti), Ali Ghufron Mukti, dalam seminar Kolaborasi Indonesia-Inggris, di Jakarta, Jumat (23/3).
Ghufron mengatakan secara kompetensi, dokter di Indonesia maupun Inggris sama, yakni harus menguasai sekitar 155 kompetensi. Namun, yang membedakannya adalah sentuhan yang lebih manusiawi. Dokter di Inggris lebih bagus dalam hal komunikasi maupun berorientsi pada kepuasaan pasien.
"Beberapa bulan lalu, kami ke Inggris dan melihat langsung fasilitas kesehatan yang terintegrasi di Inggris. Untuk jaminan kesehatan sendiri, sama dengan kita, begitu juga untuk sistem rujukannya.
Akan tetapi, yang membedakan adalah penanganan kesehatan yang kolaboratif, tidak hanya ditangani satu atau dua orang dokter saja, namun bekerja sama dengan dokter ahli lainnya," papar Ghufron.
Dia memberi contoh, di Inggris, untuk penanganan ibu hamil, misalnya, tidak hanya melibatkan dokter kandungan, tetapi juga ahli gizi, dokter penyakit dalam dan juga ahli farmasi. Semuanya berperan dalam bidangnya masing-masing.
Karena itu, lanjut Ghufron, pihaknya akan mencoba menerapkan layanan yang lebih terintegrasi tersebut di sejumlah rumah sakit pendidikan di Tanah Air yakni di Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Hasanuddin, Universitas Airlangga, dan Universitas Padjadjaran.
Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Moazzam Malik, mengatakan menyatukan para profesional dalam bidang kesehatan untuk berbagi ilmu dan bekerja sama merupakan langkah yang tepat untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia.
"Kami sangat senang pemerintah Indonesia telah menetapkan isu ini sebagai prioritas utama," kata Moazzam.
Harus Responsif
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani, pada Temu Ilmiah Nasional dan Kongres Nasional Persatuan Dokter Umum Indonesia (PDUI) III mengatakan, dokter harus memiliki keramahan, kebersihan dan responship agar masyarakat merasa benar-benar terlayani.
"Kalau dokternya jutek pasien tentu tidak puas. yang bahayanya kalau dokternya jutek, perawat juga ikutan jutek. Ini harus kita benahi secara perlahan, karena memang seiring perkembangan zaman, pasien semakin kritis," katanya.
Sementara itu, Anggota Ombudsman RI, Ahmad Suaedy, mengatakan rumah sakit wajib memberitahu pasien soal hak-hal pasien dalam pelayanan medis yang diberikan. Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya pelecehan dalam pengobatan di rumah sakit.
"Pelayanan publik harus diinformasikan. Harus ada kesetaraan pasien dan dokter. Jangan pasien seperti pihak yang butuh dan bisa dieksploitasi," ujar Suaedy.
Menurut Suaedy, pihak rumah sakit perlu memberitahukan hak-hak pasien, harga pengobatan, hingga hak pasien untuk memilih tindakan atau cara perawatan. Informasi itu harus diberitahu sebelum pasien menjalani perawatan. cit/Ant/E-3