SINGAPURA - Organisasi Meteorologi Dunia, pada hari Selasa (17/9) mengatakan lapisan ozon dunia berada pada "jalan menuju pemulihan jangka panjang" meskipun terjadi letusan gunung berapi yang merusak di Pasifik Selatan, setelah upaya untuk menghapuskan bahan kimia perusak ozon.
Dikutip dari The Straits Times, berdasarkan tren saat ini, lapisan ozon akan pulih ke level tahun 1980 sekitar tahun 2066 di Antartika, tahun 2045 di Arktik, dan tahun 2040 di seluruh dunia, kata badan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Meskipun letusan gunung berapi di dekat Tonga pada awal tahun 2022 menyebabkan periode singkat penipisan ozon yang dipercepat di atas Antartika pada tahun 2023, yang disebabkan oleh meningkatnya kadar uap air di atmosfer, namun kerugian secara keseluruhan terbatas, katanya dalam buletin ozon tahunannya.
Lapisan ozon melindungi bumi dari radiasi ultraviolet matahari, yang dikaitkan dengan kanker kulit dan risiko kesehatan lainnya.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan Protokol Montreal, yang mulai berlaku pada tahun 1989, sepakat untuk menghentikan penggunaan klorofluorokarbon (CFC) dan zat perusak ozon lainnya, dan keberhasilannya "menonjol sebagai simbol harapan yang kuat" di saat kerja sama multilateral sedang mengalami tekanan.
CFC sebagian besar telah digantikan oleh hidrofluorokarbon (HFC), yang tidak menyebabkan penipisan ozon tetapi merupakan gas rumah kaca yang menghangatkan iklim.
Negara-negara kini tengah melaksanakan amandemen Kigali 2016 di Montreal, yang akan mengurangi produksi HFC, dan dapat menghindari pemanasan sekitar 0,5 derajat C pada tahun 2100.
Tiongkok tetap menjadi produsen HFC terbesar di dunia, dengan kapasitas saat ini setara dengan hampir 2 miliar ton karbon dioksida. Sekitar seperempatnya diekspor.
Kementerian Lingkungan Hidup Tiongkok pada hari Senin (16/9) mengatakan akan menerbitkan rencana untuk mengendalikan produksi HFC dengan lebih baik. Sebagai negara berkembang, Indonesia berkewajiban untuk memangkas konsumsi HFC sebesar 85 persen dari tahun 2013 hingga 2045.
Tiongkok memangkas kuota produksi dan menindak tegas produksi ilegal, tetapi pada tahun 2024 negara itu memperingatkan mereka masih "menghadapi tantangan besar" dalam mengurangi HFC, yang digunakan oleh berbagai industri, banyak di antaranya yang kesulitan menemukan produk pengganti.