DEPOK - Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan, Kemenkes, Arianti Anaya mengingatkan agar kelompok lanjut usia atau lansia yang jumlahnya hampir 11 persen atau 29,5 juta jiwa dari seluruh penduduk Indonesia yaitu 275 juta orang, untuk menerapkan pola hidup sehat yang disingkat "Cerdik". Penerapan pola hidup sehat supaya di usia lansia ini menjadi manusia yang bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat.

"Kegiatan atau pola hidup sehat Cerdik itu cek kesehatan rutin, enyahkan asap rokok, rajin aktivitas fisik, diet seimbang, istirahat cukup, kelola stress," ujar Arianti ketika membuka seminar kesehatan yang diselenggarakan Alumni SMAN 8 tahun 1982, di Depok, Sabtu (12/8). Seminar bertema Kiat Hidup Sehat di Usia Emas ini dipandu alumni sekolah tersebut, Suradi.

Menurut siaran persnya, seminar dalam rangka menuju Reuni Akbar ke-65 tahun SMAN 8 Jakarta itu dilakukan secara hybrid dengan menghadirkan nara sumber Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jakarta, Ngabila Salama, dokter ahli jantung, Berlian Idris, dan Dewan Penasehat Dokter Alumni Smandel (DAS) yang sehari-hari praktik di RS Tugu Ibu, Cimanggis, Depok, Setia Pribadi.

Dirjen Arianti lebih lanjut mengemukakan untuk mewujudkan lansia smart, perilaku hidup sehat harus dimulai sejak muda. Karena itu, dia meneyebutkan sejumlah tips. Mendekatkan diri pada Tuhan, diet seimbang, teratur memeriksa kesehatan, memelihata kesehatan gigi dan mulut, melakukan aktivitas fisik, tidak merokok, dan tidak minum minuman keras, mengembangkan hobi, istirahat, dan mengasah otak.

Menurut Dirjen Nakes ini, secara alamiah, para lansia akan mengalami penurunan fungsi tubuh, seperti kekuatan tubuh, daya ingat, pendengaran, penglihatan, keseimbangan, kekebalan, tubuh, dan fungsi pencernaan. Seringkali, penurunan fungsi tubuh ini berpotensi menimbulkan penyakit pada lansia yang umumnya tekakan darah tinggi, hipertensi, diabetes mellitus, stroke, penyakit paru-paru obstruktif (PPOK), penyakit jantung koroner, pengeroposan tulang, depresi, demensia/pikun.

Karena itulah dalam kesempatan ini, Dirjen Nakes Arianti mengungkapkan program kesehatan lanjut usia yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup lansia, agar sehat, mandiri, aktif dan produktif serta berdaya guna bagi keluarga dan masyarakat, dengan pendekatan siklus hidup. Program ini terdiri atas pralansia dan lansia sehat dengan promotif dan preventif yakni skrining/deteksi dini pada lansia, dan pemberdayaan lansia.

Sedangkan untuk lansia sakit, kata Dirjen Nakes, pemerintah punya program promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif yaitu pelayanan kesehatan di Puskesmas (FKTP) yang santun pada lansia, rumah sakit dengan pelayanan geriatri terpadu termasuk rujukan, Perawatan Jangka Panjang/Long Term Care (PJP/LTC) bagi lansia, dan Pelayanan Minimum Kesehatan Lansia (PMKL) pada situasi bencana / krisis kesehatan.

Paradigma Sehat

Sementara itu Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jakarta, Ngabila Salama dalam paparan berjudul Paradigma Sehat untuk Cegah Sakit, Sehat Fisik dan Mental agar Hemat, Bugar, Produktif, Bahagia juga menguraikan berbagai penyakit yang berpotensi menerpa para lansia dan bagaimana cara pencegahan efektif yang dapat dilakukan.

Menurut alumni SMAN 8 tahun 2007 ini, yang disebut sehat itu adalah sehat fisik dan mental, karena itu para lansia juga harus memahami soal ini agar secara fisik dan mental terus sehat, seperti sudah diungkapkan Dirjen Nakes.

"Dalam konteks ini saya berkeinginan agar paradigma hidup sehat itu diubah dengan mendahulukan pencegahan, bukan pengobatan," kataya.

Dalam paparannya, dokter Ngabila mengingat bagaimana saat musim pancaroba ini, kita semua berusaha untuk mencegah penyakit dengan cara memakan dan meminum yang bersih, menjaga kebersihan lingkungan, mium air putih yang cukup, melakukan vaksinasi dan juga perlindungan diri dengan imunisasi.

Dokter Setia Pribadi yang masuk kelompok lansia karena sudah berusia 65 tahun dan masih aktif melakukan kegiatan fisik yang rutin seperti jalan, sepeda, renang, dan naik gunung ini mengatakan, usia emas adalah masa yang berharga, dan dengan perawatan yang tepat, dapat menghadapinya dengan optimisme dan kualitas hidup yang tinggi.

"Usia emas adalah periode kehidupan yang umumnya mencakup usia 50 tahun ke atas. Ini adalah tahap yang menandai perubahan fisik, mental, dan emosional dalam kehidupan seseorang. Meskipun mungkin ada tantangan, tetapi ini juga bisa menjadi masa yang penuh potensi dan kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidup," kata dokter yang akrab disapa Acing ini.

Sejumlah masalah kesehatan umum pada usia emas disebutkaa oleh dokter Setia Pribadi, alumni SMAN 8 tahun 1976 ini yaitu penurunan fisik: penurunan massa otot, kepadatan tulang, dan kinerja organ tubuh, penyakit jantung dan hipertensi. Risiko penyakit jantung meningkat seiring bertambahnya usia, diabetes tipe 2: resiko diabetes meningkat pada usia emas karena gaya hidup dan perubahan hormonal, penyakit artritis: gangguan sendi dan nyeri pada tulang, gangguan kognitif: risiko demensia dan penyakit alzheimer meningkat.

"Yang terbaik, menerapkan pola hidup sehat dengan diikuti olahraga fisik sesuai kondisi dan kesukaan lansia," katanya.

Penyebab Kematian Terbesar

Sesi paparan tentang penyakit jantung cukup mendapat perhatian. Dokter Berlian Idrisyang praktik di RS Medika BSD & EMC Alam Sutra, Tangsel, menjelaskan secara global, penyakit jantung, dan pembuluh darah (PJP) adalah penyebab kematian terbesar.

"Tahun 2016 sebanyak 17,9 juta kematian karena PJP, 31% dari total kematian global; 85% dari kematian ini karena serangan jantung & stroke. Sample Registration System Indonesia 2014: PJK penyebab kematian kedua setelah stroke, 12,9% dari seluruh kematian," kata dokter yang alumni SMAN 8 tahun 1995 ini.

Mengingat risiko yang sangat besar dari penyakit jantng ini, dokter Berlian mengingatkan para lansia untuk mengenal gejala serangan jantung, setelah itu memeriksakan segera ke rumah sakit.Bila henti jantung, resusitasi segera (perlu pelatihan), bawa ke RS, lalu mengetahui secara dini adakah PJK, dan mencegah serangan jantung kalau sudah diketahui PJK.

Meski serangan jantung dapat menyebabkan kematian jantung mendadak dan kerusakan otot jantung, tapi lanjut dokter Berlian, serangan jantung bisa dikenali gejalanya dan serangan jantung terjadi pada PJK.

"Karena itu PJK bisa dicegah dengan menjalankan pola hidup sehat," tandas dokter yang akrab disapa Bili ini.

Baca Juga: