ACEH - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak segera merealisasikan reparasi (pemulihan) terhadap 245 korban konflik Aceh yang telah ditetapkan Gubernur Aceh Nova Iriansyah.

"Seharusnya tidak boleh sebatas SK gubernur saja, tetapi yang namanya reparasi mendesak itu, ya, segera direalisasi dalam tahun yang sama dengan terbitnya SK tersebut," kata Koordinator KontraS AcehHendra Saputradi Banda Aceh, Kamis (8/7).

Pemberian hak reparasi ada dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur Aceh Nomor 330/1269/2020 pada tanggal 27 Mei 2020. Namun, hingga kini belum direalisasikan. "Kalau direalisasikan tahun berikutnya, tidak bisa digolongkan lagi sebagai reparasi mendesak. Ini lebih pada reparasi komprehensif," ujarnya.

Hendra berharap reparasi korban pelanggaran HAM Aceh jangan hanya sebatas jargon karena mereka menagih realisasi kebijakan tersebut. Apalagi itu diklaim sebagai salah satu capaian kinerja terkait dengan indikator perdamaian.

Menurut Hendra, reparasi mendesak itu mengacu pada Qanun (Peraturan Daerah) tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) untuk mendorong pengungkapan kebenaran atas peristiwa pelanggaran HAM masa lalu.

Reparasi mendesak, kata dia, diberikan kepada mereka yang membutuhkan sehingga pengungkapan kebenaran bisa berlangsung tanpa hambatan. Sesuai dengan SK Gubernur Aceh tentang Penetapan Reparasi Mendesak bagi Korban Pelanggaran HAM itu, kata Hendra, terdapat beberapa jenis layanan reparasi seperti layanan medis, psikologis, bantuan usaha, jaminan sosial lansia, serta keperdataan.

Oleh karena itu, Kontras mendesak Pemprov segera merealisasikan reparasi agar bisa menjadi klaim capaian kinerja tahun selanjutnya. "Jika belum ada realisasi, hanya sebatas SK Gubernur, tidak tepat diklaim sebagai hasil kinerja perdamaian," ujarnya.

Baca Juga: