Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, menyebut penggabungan sumber daya riset seperti yang dilakukan di lembaga tersebut terbukti dapat meningkatkan kualitas inovasi Indonesia.

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, menyebut penggabungan sumber daya riset seperti yang dilakukan di lembaga tersebut terbukti dapat meningkatkan kualitas inovasi Indonesia.

"Ekosistem riset yang inovatif di Indonesia harus diakui masih lemah, tapi setelah dua tahun BRIN, setelah konsolidasi sumber daya yang tersebar, langsung Indeks Inovasi Global Indonesia dari 85 jadi 61," kata Laksana Tri Handoko, Senin.

Ia berbicara di sela-sela Belt and Road Conference on Science and Technology Exchange (Konferensi Sabuk dan Jalur untuk Pertukaran Sains dan Teknologi) di Chongqing, Tiongkok. Handoko merupakan salah satu pembicara pada pembukaan acara tersebut.

Dalam sesi pleno, salah satu pembicara yaitu Chief Economist of the World Intellectual Property Organization (WIPO), Carsten Fink, sempat menyebutkan Indonesia menempati peringkat 61 dari 132 negara, dengan total skor 30,3. Indonesia pada 2022 berhasil naik dari peringkat 85, namun masih masuk dalam kelompok negara berpendapatan menengah ke bawah.

Menurut Handoko, pembentukan BRIN pada 5 Mei 2021 melalui Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2021 mengharuskan peleburan 49 kementerian, lembaga hingga unit terkait di bidang riset dan teknologi sehingga menyatukan seluruh sumber daya.

"Karena riset itu sebenarnya murah, yang mahal itu dua. Pertama, manusia pintarnya karena susah dan lama untuk menghadirkan manusia pintar, dan manusia pintar itu juga muncul karena ada 'mainannya' yaitu riset jadi setelah disatukan semuanya kita bisa melakukan kedua hal itu," ujar dia.

BRIN, kata Handoko, saat ini menawarkan sistem pendanaan terbuka untuk riset kepada siapa pun yang berminat untuk meneliti bersama. Namun, pendanaan itu bukan berbentuk hibah, yang sebelumnya banyak ditemukan di lapangan, melainkan berbentuk kerja sama riset.

Sejumlah negara yang sudah melakukan model penelitian bersama seperti itu termasuk Tiongkok untuk bidang nuklir, satelit dan ekspansi bioteknologi kemaritiman. Selain itu, ada Turki yang berkiprah di bidang pesawat tanpa awak, penerbangan, dan satelit.

"Jadi kita yang menawarkan lebih dulu, misalnya tadi yang saya tampilkan kita punya konstelasi satelit. Satelit kan memutari Bumi, berarti negara lain juga bisa pakai, kita kasihfor free, tapi Indonesia juga minta yang lain," tutur dia.

"Itu yang dulu tidak bisa kita lakukan sebelum ada BRIN karena dulu dikelola masing-masing, sekarang bisa," ungkap Handoko.

Penelitian tersebut juga dapat melibatkan pihak swasta, universitas dan pihak lain selain badan riset milik pemerintah. Pendekatan dengan menyatukan berbagai lembaga riset, menurut Handoko masih menjadi hal yang baru dan belum banyak diterapkan oleh negara-negara lain. Ant/I-1

Baca Juga: