JAKARTA - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan inovasi produk digital di Indonesia tumbuh lebih cepat dari literasi konsumen. Karenanya, otoritas keuangan perlu mencapai keseimbangan antara inovasi, mitigasi risiko, dan literasi konsumen, khususnya untuk memastikan perlindungan nasabah serta peningkatan inklusi keuangan.

"Namun ini tidak khusus untuk Indonesia. Tapi saya pikir situasi yang sama terjadi di seluruh dunia," kata Wimboh dalam acara OJK-OECD Conference di Jakarta, Kamis (2/12).

Dalam beberapa tahun terakhir, tingkat inklusi keuangan di Indonesia meningkat ke level 76,2 persen pada akhir 2019, dari yang sebesar 67,8 persen pada 2016.

Meski demikian, Wimboh menyayangkan tingkat literasi keuangan yang tidak tumbuh secepat tingkat inklusi keuangan yang hanya mencapai 38 persen pada 2019. Dia mencontohkan tingginya minat konsumen terhadap mata uang kripto dan produk digital baru lainnya yang muncul di seluruh dunia yang menawarkan investasi sangat tinggi.

"Namun, investasi ini bisa sangat berisiko tinggi karena hampir tidak ada nilai fundamentalnya," tutur Wimboh.

Regulator di seluruh dunia pun, menurut dia, telah menyatakan kondisi serius tentang hal ini, di mana produk keuangan digital tersebut dapat digunakan untuk kegiatan pencucian uang. Karena itu, regulator di seluruh dunia dihadapkan pada tantangan untuk meningkatkan literasi konsumen agar masyarakat memahami dengan jelas mengenai produk dan layanan keuangan yang digunakannya.

"Transaksi keuangan digital yang canggih sekalipun, literasi konsumen perlu untuk ditingkatkan. Hal ini penting untuk memastikan keamanan konsumen maupun investor dan ambisi transaksi keuangannya," ujar Wimboh.

Baca Juga: