JAKARTA - Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia menyebut telah menerima laporan satu unit kapal ikan berbendera Indonesia berbobot 25 GT dengan 8 orang ABK ditangkap oleh otoritas penjaga laut Papua Nugini pada 17 November lalu. Laporan ini menambah daftar kapal Indonesia yang ditangkap oleh otoritas setempat karena melakukan kegiatan penangkapan ilegal di wilayah perairan yuridiksi Papua Nugini.

Koordinator Nasional DFW Indonesia Moh Abdi Suhufan di Jakarta, Minggu (21/11), mengatakan identitas kapal yang ditangkap tersebut adalah KM Sumatera Jaya dengan pelabuhan asal Merauke, Papua.

Sebelumnya kapal ikan tersebut berangkat dari Merauke pada 17 Oktober 2021. Pada saat yang penangkapan sebenarnya terdapat 10 kapal berbendera Indonesia , namun berhasil melarikan diri dari kejaran aparat Papua Nugini.

Menurut catatan DFW Indonesia, dalam periode Mei 2020-November 2021 telah terjadi 6 kali penangkapan kapal Indonesia oleh Papua Nugini.

"Dari enam kali penangkapan tersebut, 34 nelayan dan ABK Indonesia ditahan dan diadili oleh pemerintah Papua Nugini," kata Abdi.

Atas kejadian tersebut, DFW Indonesia meminta pemerintah pusat dan pemeritah provinsi Papua untuk mengatasi aktivitas penangkapan ikan pelintas batas asal Papua yang sering beroperasi di wilayah Papua Nugini.

"Praktik penangkapan ilegal di laut Arafura oleh kapal indonesia pelintas batas masih saja marak karena belum ada upaya serius dari pemerintah untuk menjaga laut Arafura" kata Abdi.

Kapal dan nelayan asal Merauke sering melintas batas sampai ke Papua Nugini karena stok ikan di sana cukup tinggi dengan daerah fishing ground yang tidak terlalu jauh,, dengan target tangkapan seperti ikan kakap dan kuro.

Pendampingan Hukum

Sementara itu, peneliti DFW Indonesia Faiz Fahri Masalan meminta kepada Kementerian Luar Negeri atau perwakilan RI di Papua Nugini untuk segera memberikan perlindungan dan pendampingan hukum kepada nelayan yang ditangkap tersebut.

"Kami meminta Kemlu untuk turun tangan memberikan perlindungan sebab adanya kekhawatiran mereka mendapat kekerasan dan perlakuan semena-mena dalam menjalani proses hukum," kata Faiz.

Baca Juga: