Setelah pejuang Ukraina yang bertahan di kantong pertahanan terakhir di pabrik baja Azovstal menyerah, Wali Kota Mariupol menyatakan bahwa Ukraina akan kembali merebut kota pelabuhan itu.

MARIUPOL - Ukraina menyatakan tidak akan menyerahkan Mariupol, saat pasukan Russia bersiap untuk menguasai sepenuhnya kota pelabuhan itu. Penegasan itu dilontarkan oleh Wali Kota Mariupol, Vadym Boichenko, setelah para pejuang Ukraina keluar dari kantong pertahanan terakhirnya di pabrik baja Azovstal yang terkepung dan dibombardir selama berhari-hari oleh pasukan Russia.

"Para tentara Ukraina telah bertempur selama lebih dari 80 hari untuk memperlambat gerakan Russia. Misi itu mungkin telah berakhir, tetapi saya tidak kehilangan harapan," ucap Wali Kota Boichenko, seraya menambahkan bahwa orang-orang Ukraina bertekad untuk merebut kembali Mariupol.

"Saat waktunya tiba nanti, pertahanan kami akan berubah menjadi serangan. Pada akhirnya, kami akan menang dan saya akan kembali ke Mariupol," tegas Boichenko dalam telekonferensi dengan wartawan pada Rabu (18/5).

Pertempuran di Azovstal sendiri telah mengakibatkan banyak orang terjebak tanpa listrik dan kekurangan makanan ataupun minuman. Oleh karena itu Wali Kota Boichenko mengkritik Russia karena telah memblokir bantuan bagi lebih dari 100.000 orang yang hingga saat ini masih terjebak di Mariupol.

Wali Kota Boichenko juga mengeluhkan terjadinya kelangkaan obat dan tenaga medis, tiadanya pasokan listrik serta kurangnya air bersih. Sementara banyaknya kuburan massal telah menimbulkan ketakutan akan terjadinya penyakit penyakit seperti kolera dan disentri.

Walau saat ini upaya bagi negosiasi agar koridor kemanusiaan dibukanya kembali bagi warga sipil yang hendak keluar dari Mariupol, Wali Kota Boichenko tetap menyuarakan bantuan internasional bagi membantu ribuan warga keluar dari kotanya karena alasan semakin menurunnya sanitasi dan kondisi kesehatan lainnya.

Pada Kamis (19/5), Russia mengklaim ada sebanyak 1.730 pejuang Ukraina telah menyerahkan diri sejak awal pekan ini dan ada banyak di antara mereka yang menyerah mengalami luka-luka.

Terkait tentang menyerahnya para pejuangnya di Azovstal, Ukraina menyatakan ingin melakukan pertukaran tahanan. Namun, para anggota parlemen Russia menolak permintaan tersebut dan menyebut para tentara dari resimen Azov sebagai kriminal Nazi.

Operasikan Kedubes

Sementara itu Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Antony Blinken, pada Rabu menyatakan secara resmi memulai kembali kegiatan di kantor kedutaan besarnya di ibu kota Ukraina.

Pada Februari lalu, Washington DC merelokasi operasi kedutaannya ke Lviv di Ukraina barat karena percepatan dalam penumpukan pasukan Russia menjelang perangnya yang dimulai 24 Februari.

"Tiga bulan lalu, kami menurunkan bendera kami di Kedutaan Besar AS di Kyiv, Ukraina, hanya beberapa hari sebelum pasukan Russia melintasi perbatasan Ukraina dalam kampanye perang yang tidak beralasan dan tidak dapat dibenarkan yang dicanangkan Presiden Vladimir Putin," kata Menlu Blinken dalam sebuah pernyataan.

"Rakyat Ukraina, dengan bantuan keamanan dari negara kami, telah mempertahankan tanah air mereka dalam menghadapi invasi Russia yang tidak berbudi, dan sebagai hasilnya, bendera AS kembali berkibar di kedutaan kami," imbuh dia.AFP/NHK/NYTimes/I-1

Baca Juga: