Kurikulum Merdeka dinilai akan mendorong peserta didik untuk tanggap bencana karena siswa akan fokus mempelajari hal relevan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk ­perubahan iklim.

Kurikulum Merdeka dinilai akan mendorong peserta didik untuk tanggap bencana karena siswa akan fokus mempelajari hal relevan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk perubahan iklim.

JAKARTA - Plt. Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Yogi Anggraena, menyatakan, Kurikulum Merdeka mendorong peserta didik tanggap bencana. Hal tersebut termuat dalam prinsip-prinsip Kurikulum Merdeka yaitu materi esensial, kontekstualitas, fleksibilitas, dan pengembangan karakter.

Dia menjelaskan, dalam aspek materi esensial, Kurikulum Merdeka fokus pada materi esensial dengan mengurangi materi-materi yang tidak terlalu penting. Dengan demikian, anak fokus mempelajari hal relevan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk perubahan iklim.

"Jadi di berbagai mapel, terutama di IPA dan berbagai mapel lain secara eksplisit kami mengeksplisitkan kemampuan yang perlu dikuasai peserta didik salah satunya terkait perubahan iklim," ujar Yogi, dalam lokakarya dan pameran GENERAKSI, di Jakarta, Kamis (8/8).

Dia menerangkan, kontekstualitas pembelajaran sangat penting sebab Indonesia memiliki karakter bencana yang berbeda di masing-masing wilayah. Dengan demikian, peserta didik bisa lebih siap untuk menghadapi bencana yang terjadi di wilayahnya.

"Satu dekade ini dampak bencana luar biasa. Jutaan siswa terdampak dan ratusan ribu sekolah terdampak. Kalau kita tidak melakukan mitigasi dampak-dampak ini bisa semakin meningkat," jelasnya.

Pemanfaatan Gim

Yogi mengungkapkan, fleksibilitas dalam Kurikulum Merdeka membuat pembelajaran bisa memanfaatkan gim atau permainan. Pihaknya ingin mengubah paradigma yang menganggap gim hanya buang-buang waktu dan tidak bermanfaat.

"Anak-anak kita sudah dekat dengan gim ini. Maka bagaimana memanfaatkan gim sebagai sarana untuk proses pembelajaran, membangun kesadaran untuk tanggap bencana," katanya.

Dia memastikan, pemanfaatan gim dalam pembelajaran juga sesuai dengan jenjang dasar dan menengah. Menurutnya, gim sesuai dengan proses pengembangan karakter. "Terkait pengembangan karakter, bagaimana berpikir kritis dan berkolaborasi. Di gim ini kolaborasi antar teman dan daya kritis menghadapi tantangan," tuturnya.

Sementara itu, Research Team Leader/CEO of PREDIKT, Avianto Amri, mengungkapkan, pihaknya mengembangkan materi pendidikan melalui pendekatan gamifikasi atau edugames. Tujuannya untuk meneliti cara anak-anak belajar tentang bencana dan perubahan iklim.

Penelitian juga mengedepankan inklusivitas dengan melibatkan peserta didik disabilitas yang rentan terdampak bencana. Materi pendidikan menggunakan media digital dan non-digital dalam bentuk papan permainan atau board games serta permainan digital yang telah dirancang agar mudah direplikasi di berbagai daerah.

"Mayoritas siswa yang berpartisipasi berpendapat jika gim ini menantang, namun menarik. Meskipun kompleks pada awalnya, mereka secara bertahap memahami mekanismenya dan menunjukkan antusiasme untuk memainkan gim ini lagi," ucapnya. ruf/S-2

Baca Juga: