Kemendikbudristek bakal menerapkan Kurikulum Merdeka secara nasional mulai tahun ajaran 2024/2025. Langkah ini sebagai upaya peningkatan kualitas pembelajaran.

JAKARTA - Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Anindito Aditomo, mengatakan, penerapan Kurikulum Merdeka secara nasional baru dilakukan tahun 2024/2025. Adapun saat ini, penerapannya masih bersifat sukarela.

"Tahap penerapan secara nasional pada tahun ajaran 2024/2025," ujar Anindito kepada Koran Jakarta, Kamis (29/12).

Dia menerangkan, penerapan Kurikulum Merdeka adalah bagian dari upaya meningkatkan kualitas pembelajaran. Penerapanya secara bertahap, mulai dari tahap kajian dan pengembangannya pada tahun 2020-2021.

Menurutnya, pada tahun ajaran 2021/2022 dilakukan uji coba prototipe secara terbatas di sekitar 2.500 satuan pendidikan pada tahun ajaran 2021/2022. Tahap penerapan lebih luas secara sukarela pada tahun ajaran 2022/2023 dan 2023/2024.

"Jadi penerapan Kurikulum Merdeka di tahap ini memang dilakukan secara sukarela, tidak diwajibkan oleh Kemendikbudristek," tambahnya.

Anindito mengungkapkan, tahapan implementasi tersebut dirancang agar pergantian kurikulum berlangsung lebih lancar. Selain itu, tujuan utamanya mendorong terjadinya perbaikan kualitas pembelajaran bagi semua murid.

"Sudah ada lebih dari 140 ribu satuan pendidikan yang secara sukarela mulai berproses menerapkan Kurikulum Merdeka pada tahun 2022/2023 ini. Ini menunjukkan antusiasme yang besar dari ekosistem pendidikan untuk melakukan perbaikan pembelajaran," tandasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengatakan, bahwa DPR dan Pemerintah sepakat untuk tidak mewajibkan penerapan Kurikulum Merdeka di masing-masing sekolah. Pihaknya masih harus melihat efektivitas penerapan kurikulum yang telah mulai diterapkan pada 2021 silam itu.

"Apakah kurikulum baru memberi ruang yang lebih kepada guru? Apakah memberikan pembelajaran yang fokus kepada siswa sesuai minat dan bakatnya? Apakah bisa memberi ruang yang reflektif dan evaluatif? Apakah berdampak lebih baik? Semuanya belum bisa kami evaluasi," terangnya.

Dia menjelaskan, saat ini sekolah diberikan pilihan apakah masih menggunakan kurikulum 2013 atau akan menerapkan kurikulum merdeka. Hal itu disesuaikan dengan kesiapan sekolah.

"Kami memang masih menghitung dan mempertimbangkan banyak aspek soal kewajiban penerapan Kurikulum Merdeka. Karena itu, sifatnya tidak wajib. Sifatnya opsional. Bagi sekolah yang masih menerapkan Kurikulum 2013, disilakan. Bagi yang mau mengadaptasi Kurikulum Merdeka disilakan," katanya.

Baca Juga: