YOGYAKARTA - Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY merombak besar-besaran kurikulum Muatan Lokal (Mulok) Bahasa Jawa dari tingkat SD, SMP, sampai SMA/SMK. Hal itu dilakukan karena selama ini materi yang diberikan belum bisa membuat siswa didik mengerti bahasa Jawa. Selain itu juga banyak tumpang tindih dan pengulangan yang tidak jelas tujuannya.

Ketua Tim Publikasi Penyelarasan Kurikulum Bahasa Jawa DIY, Arpeni Rahmawati, mengatakan beberapa masalah yang ada di kurikulum sebelumnya misalnya di kelas 5 SD siswa sudah diberikan materi geguritan atau puisi berbahasa Jawa. Namun pada kelas 10 SMA, siswa ternyata masih diberikan materi yang sama meski jenjang kelasnya sudah jauh berbeda.

Masalah lain misalnya belum adanya materi perkenalan aksara Jawa pada siswa kelas bawah SD. Namun, pada kelas 4 SD siswa langsung diberi materi tentang menulis dan membaca kalimat beraksara Jawa. "Tentu ini memberatkan, seharusnya sejak kelas 1 SD sudah dikenalkan, minimal huruf per huruf," kata Arpeni Rahmawati, Selasa (15/6).

Dengan adanya perbaikan dan penyelarasan ini, diharapkan masalah-masalah seperti itu tidak terjadi lagi. Bentuk penyelarasan ini misalnya kelas 1 SD nantinya akan diberi materi mengenal 10 huruf aksara Jawa, kelas 2 ditambah menjadi 20 huruf. Semakin meningkat jenjang sekolah, materi yang diberikan juga akan semakin kompleks.

"Hingga ketika SMA sudah membuat wacana beraksara Jawa dan dikenalkan aksara Jawa tradisional," ujarnya.

Bentuk penyelarasan lain misalnya pada materi tembang macapat. Dari 11 tembang macapat yang ada, 4 jenis tembang nantinya akan diberikan pada jenjang SD, 3 jenis pada jenjang SMP, serta pada tingkat SMA/SMK akan diberikan 4 jenis tembang macapat. Sehingga hingga lulus SMA, siswa telah dikenalkan dan bisa menyanyikan seluruh tembang macapat.

Baca Juga: