Pemerintah seharusnya serius menggenjot produksi buah-buahan dan sayuran guna mendorong swasembada pangan.

JAKARTA - Pemerintah perlu meningkatkan produksi buah lokal dan mengurangi impor buah. Mencuatnya isu negatif pada anggur Shine Muscat yang merupakan produk impor semestinya menjadi momentum bagi pemerintah meningkatkan produksi dan kualitas buah lokal.

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, mengatakan konsumsi buah lokal menjadi salah satu manifestasi dari upaya dibersifikasi pangan berbasis potensi sumber daya lokal sesuai Perpres 81 Tahun 2024.

"Dengan memilih buah lokal menunjukkan komitmen kita terhadap pemanfaatan potensi dan sumber daya pangan kita. Setidaknya ada tiga hal positif yang bisa didapat. Pertama, sebagai langkah mendukung pola hidup sehat. Kedua, mendorong perekonomian daerah dan nasional, dan yang ketiga meningkatkan kesejahteraan petani lokal. Karena hasil produksi para sedulur petani di dalam negeri dapat terserap dengan baik," urai Arief di Jakarta, Minggu (3/11).

Terkait anggur impor Shine Muscat, Arief menjelaskan bahwa masyarakat memiliki kebebasan untuk mengonsumsi pangan yang diinginkan. Meski demikian, dia menegaskan ketahanan pangan yang kuat tentunya berbasis pada kemandirian pangan.

"Untuk membangun ketahanan pangan yang kuat itu basisnya kemandirian pangan. Artinya, kita harus mengutamakan produksi dari dalam negeri. Indonesia memiliki beragam jenis buah yang dapat diandalkan, seperti manggis, mangga, pisang, dan salak, dan masih banyak lagi yang lainnya," paparnya.

Berdasarkan data Pola Pangan Harapan (PPH) 2023, konsumsi buah masyarakat Indonesia tercatat mencapai 76,7 gram per kapita per hari pada 2021, meningkat menjadi 85,2 gram per kapita per hari, dan mencapai 88,7 gram pada 2023, dengan kenaikan 3 gram per kapita per hari antara periode 2022-2023.

Meski tren konsumsi buah masyarakat terus meningkat, rata-rata konsumsi buah Indonesia masih di bawah target PPH dan anjuran World Health Organization (WHO). Data PPH pada 2023 menunjukkan bahwa rata-rata masyarakat Indonesia mengonsumsi buah hanya sebesar 34,4 kilogram (kg) per kapita per tahun, sementara WHO menganjurkan konsumsi buah minimal 65 kg per kapita per tahun.

Direktur Penganekaragaman Konsumsi Pangan Bapanas, Rinna Syawal, turut menekankan pentingnya konsumsi buah lokal. Rinna menjelaskan buah lokal memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan buah impor, baik dari sisi kesegaran maupun kandungan nutrisi yang lebih optimal.

Kurangi Impor

Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono, menegaskan dalam upaya menekan impor, Kementerian Pertanian berkomitmen meningkatkan produksi buah-buahan dalam negeri, termasuk anggur. Langkah itu bisa melalui pengembangan teknologi pertanian yang lebih maju.

Dalam prosedur impor buah, Kementerian Pertanian (Kementan) berperan dalam memberikan rekomendasi terkait larangan impor bahan pangan, termasuk buah-buahan. Namun, keputusan akhir dalam bentuk SPI (Surat Persetujuar Impor) ada di tangan Kementerian Perdagangan (Kemendag)

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengatakan kebergantungan RI terhadap impor cukup tinggi, bahkan tak hanya pangan jenis beras, garam, atau gula, tetapi juga sayur-mayur dan buah-buahan.

"Semestinya kalau pemerintah serius mendorong swasembada pangan, buah-buahan dan sayur-mayur bisa diproduksi oleh petani kita sendiri, tak perlu dari luar," tegas Esther.

Baca Juga: