JAKARTA - Tim penasihat hukum terdakwa kasus perusakan barang bukti terkait pengaturan skor Liga Indonesia, Joko Driyono (Jokdri), meminta Majelis Hakim menolak replik Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Anggota Penasihat Hukum Jokdri, Mustofa Abidin, mengatakan ada tiga hal yang menjadi poin utama replik utama. Pertama, soal unsur kesengajaan, karena Jaksa hanya terfokus pada perbuatan terdakwa yang memerintahkan Mardani Mogot memasuki ruangan yang telah dipasang garis polisi.

"Padahal jelas, tindakan tersebut sama sekali bukan yang dimaksud sebagai unsur perbuatan yang dilarang dalam Pasal 233 KUHP," kata Mustofa saat ditemui Pengadilan Negeri, Jakarta Selatan, Selasa (16/7).

Mustofa menjelaskan kliennya tidak ada niat untuk menghilangkan atau merusak barang bukti. Ia hanya ingin mengamankan barang-barang pribadi agar tidak rusak.

"Yang terdakwa lakukan adalah memerintahkan untuk mengamankan barang-barang pribadinya agar tidak rusak," tuturnya.

Menurut Mustofa, poin kedua terkait kunci palsu, dalam replik Jaksa, yang dimaksud kunci palsu adalah memasuki ruangan yang dipasang garis polisi tanpa izin penyidik Satgas Anti Mafia Bola.

"Menurut kami, ternyata Jaksa Penuntut Umum telah mencampuradukkan antara pengertian kunci palsu dengan perbuatan memasuki area yang telah diberi police line tanpa seizin dan tanpa pengetahuan penyidik," tuturnya

Selain itu, poin ketiga, penasihat hukum tetap dengan pendiriannya bahwa objek perbuatan harus berupa barang bukti yang terkait dugaan pengaturan skor di Banjarnegara.

"Pada intinya adalah objek perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 233 KUHP haruslah merupakan barang bukti," tuturnya.

Kaburkan Pasal 233

Menurut Mustofa, semua bentuk perbuatan itu didahului dengan unsur "dengan sengaja". Artinya kesengajaan tersebut harus meliputi semua bentuk-bentuk perbuatan yang dilarang dalam Pasal 233," tegasnya.

"Seperti telah terungkap di persidangan, semua bentuk-bentuk perbuatan tersebut sama sekali tidak terbukti dilakukan oleh terdakwa. Justru terbukti terdakwa menyuruh saksi Dani dan saksi Mus Muliadi untuk mengamankan barang-barang pribadinya, dengan maksud agar barang barang tersebut tetap utuh, tidak rusak," sambungnya.

Mustofa menegaskan Pasal 233 KUHP sama sekali tidak ditujukan untuk orang yang menerobos police line. Bahkan pasal-pasal lain yang didakwakan pun juga tidak dapat menjangkau pada hal tersebut.

Sebelumnya, Joko Driyono dituntut dengan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara. Mantan Pelaksana Tugas (Plt.) Ketum PSSI itu dianggap terbukti melanggar Pasal 235 jo 233 jo 55 Ayat (1) ke-1, sebagaimana dakwaan alternatif kedua subsider. Ketua Majelis Hakim Kartim Haeruddin menetapkan sidang berikutnya dengan agenda pembacaan putusan majelis akan digelar pada hari Selasa, 23 Juli 2019. jon/P-6

Baca Juga: