Pentingnya keterampilan nonteknis (soft skill) untuk menyambut bonus demografi.
JAKARTA - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr. Hasto Wardoyo menekankan pentingnya keterampilan nonteknis (soft skill) untuk menyambut bonus demografi.
"Di perguruan tinggi yang diberikan 90 persen adalah hard skill, sementara soft skill sangat sedikit, saya juga merasakan hal itu. Saat kuliah, saya tidak diajari senyum sama profesor kedokteran saya, tidak diajari menyapa pasien. Saya cuma diajar? menyuntik dan operasi sesar, diajari jahit, bayi tabung, tetapi tidak diajari soft skill," ujar Hasto dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (4/7).
Ia menyampaikan hal tersebut saat memotivasi para penerima beasiswa dalam kegiatan "Persiapan Keberangkatan Angkatan 234 LPDP dengan tema Refleksi Merah Putih: Aku Pergi Untuk Kembali" di Jakarta pada Rabu (3/7).
Hasto menegaskan, keterampilan nonteknis dibutuhkan untuk meningkatkan indeks modal manusia atau human capital index yang tidak bisa dicapai hanya dengan menonjolkan keterampilan teknis atau hard skill.
"High skill (keterampilan tingkat tinggi) kita kalau diukur masih jauh. Human capital index mencerminkan kita mempunyai kemampuan yang tinggi, sedang atau rendah. Untuk mengejar high skill, tidak hanya butuh IQ dan tidak stunting, tetapi juga butuh pengetahuan yang tinggi," katanya.
Ia juga menekankan, apabila masyarakat ingin menjadi manusia yang lebih maju, maka harus rajin mengasah keterampilan baru dan menjadi profisien. "Kalau kita ingin jadi manusia yang lebih maju, bercita-citalah selalu punya keterampilan baru. Kalau kita belajar, kuasai ilmu, karena kompetensi saja tidak cukup, tetapi harus profisien, karena profisien itu efisien. Orang yang profisien itu antara diri dan keterampilannya menjadi satu," ucapnya. Ia juga mengingatkan masyarakat waspada karena gangguan mental bangsa Indonesia yang semakin meningkat.
"Saat ini terindikasi semakin banyak penduduk yang eror. Bahkan, berdasarkan data, dari 100 anak remaja, terdapat sembilan remaja dalam kondisi agak eror. Angka perceraian juga meningkat, di tahun 2022, jumlahnya 516 ribu, dan 70 persen perceraian diajukan pihak istri. Bukan faktor ekonomi penyebab perceraian, faktor utamanya adalah perbedaan pendapat kecil-kecil yang tidak selesai," paparnya. Ia juga menekankan pentingnya revolusi mental yang mendobrak tatanan agar generasi di masa depan dapat menjadi pemimpin yang memiliki landasan spiritual kuat.
"Saya berharap pemimpin ke depan seperti adik-adik yang ada di sini, punya landasan spiritual yang kuat, tidak hanya teknokratis saja yang dikuasai. Kalau mau berubah, yang diubah gennya. Gen identik dengan pola pikir, kalau yang diubah gennya jadi bagus, insya Allah kinerjanya juga bagus. Karena sebetulnya IQ team itu jauh lebih baik dan berlipat-lipat (dampaknya) dibandingkan IQ individu," kataHasto Wardoyo. Ant/S-2