SORONG - Besarnya aliran dana otonomi khusus (otsus) ke Papua belum diikuti dengan peningkatan kualitas pendidikan, infrastruktur, perekonomian, dan kesehatan. Meski sejak tahun 2001 mendapatkan kewenangan khusus kondisi pendidikan di Papua belum menunjukkan kemajuan signifikan. Buruknya kondisi pendidikan ini berdampak serius terhadap rendahnya kinerja pembangunan daerah.
Hal tersebut mengemuka dalam dialog bertajuk "Membangun Sinergi UGM, Pemda, dan Sektor Swasta dalam Pengembangan SDM dan SDA untuk Kesejahteraan di Papua" yang berlangsung di Swiss BelHotel, Sorong, akhir pekan lalu.
Ketua Gugus Tugas Papua UGM, Bambang Purwoko, mengatakan indeks pembangunan manusia (IPM) Papua dan Papua Barat berada pada posisi terendah dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Kenyataan ini mengindikasikan rendahnya kondisi pendidikan dan kesehatan masyarakat. "IPM rendah karena banyak penduduknya miskin, tingkat buta huruf yang tinggi, dan kesehatan rendah," jelasnya.
Bambang menyampaikan kondisi pendidikan di Papua ibarat foto yang diedit. Data statistik pendidikan di Papua terlihat lebih indah dari aslinya. Demikian halnya dalam prosentase dan jumlah masyarakat buta huruf. "Padahal realitasnya tidaklah sebagus yang ditampilkan data statistik tersebut," katanya.
Menurutnya pembangunan pendidikan di Papua tidak bisa dijalankan dengan cara yang biasa dilakukan di daerah-daerah Indonesia lainnya. Namun, harus ada program akselerasi khusus untuk mengejar ketertinggalan pendidikan di Papua.
"Membangun Papua harus dengan cara 'gila', kalau dengan cara biasa tidak akan pernah bisa mengejar dengan daerah lainnya,"tandasnya.
Lebih lanjut, Bambang mengatakan bahwa sejak tahun 2013 silam UGM telah melakukan pengembangan sektor pendidikan di Papua melalui pengiriman guru penggerak daerah terpencil. Diterjunkan sebanyak 190 guru di 8 distrik Kabupaten Puncak, 5 distrik di Kabupaten Intan Jaya, dan 2 distrik di Mappi.
Banyak Persoalan
Sementara itu, Bupati Tambrauw, Gabriel Asem, menyebutkan Papua dan Papua Barat masih dihadapkan berbagai persoalan seperti tingginya angka kemiskinan, IPM di bawah standar, pendapatan per kapita masyarakat rendah, serta keterbatasan sumber daya manusia.
Gabriel mengungkapkan, di Kabupaten Tambrauw, masih rendah berada di bawah standar minimal. Saat ini IPM Kabupaten Tambrauw 50,53 poin.
Selain itu, juga memiliki keterbatasan sumber daya di bidang pemerintahan, pendidikan, dan kesehatan. "Harapannya UGM bisa membantu menemukan solusi dalam mengatasi persoalan keterbatasan SDM dan juga persoalan lainnya,"tuturnya.
Rektor UGM, Panut Mulyono, menyampaikan UGM terus berupaya mendorong pembangunan di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Papua. Karenanya UGM selalu membuka diri untuk bekerjasama dalam pengembangan Papua baik dalam bidang pendidikan, pengembangan sumber daya manusia dan pendampingan tata kelola pemerintahan serta sektor lainnya. YK/E-3