YOGYAKARTA - Pemerintah perlu meningkatkan kualitas data eksplorasi potensi panas bumi untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi rendah karbon itu. Peningkatan data itu diperlukan mengingat keberadaan potensi energi panas bumi (geotermal) sangat minim terlihat di permukaan.
"Ada dua hal mendasar yang harus dilakukan yaitu peningkatan kualitas data eksplorasi dan peningkatan pemahaman masyarakat," ujar pakar energi geotermal dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Pri Utami, dalam keterangannya di Yogyakarta, Sabtu (5/10).
Seperti dikutip dari Antara, Pri menilai masih minimnya pemanfaatan energi geotermal di Indonesia disebabkan pemerintah memerlukan data yang lebih akurat tentang potensi-potensi energi panas bumi di Indonesia.
Hingga kini, pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia masih di angka 11 persen dari total potensi yang ada. Padahal, dia mengatakan Indonesia memiliki potensi energi geotermal 40 persen dari potensi dunia yakni sebanyak 23.965,5 megawatt (MW).
Potensi energi tersebut tersebar merata di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi, sehingga berpeluang mencukupi kebutuhan energi nasional sekaligus menurunkan produksi emisi karbon.
Jauh Lebih Rendah
Dibandingkan energi terbarukan lainnya, menurut Pri, energi geotermal memiliki kadar karbon dioksida, sulfur dioksida, nitrogen oksida, dan partikel padat yang jauh lebih rendah.
Selain itu, energi panas bumi juga memiliki kelebihan dari segi keberlanjutannya karena panas bumi yang tersebar di permukaan akan dibawa oleh air hujan dan mengikuti siklus hidrologi sehingga secara alamiah, energi panas akan kembali ke dalam bumi.
Tidak hanya itu, penginjeksian fluida yang telah diekstraksi tenaganya akan kembali ke reservoir panas bumi untuk menjamin keseimbangan panas dan massa dalam sistem panas bumi. "Serangkaian kelebihan ini menjadikan energi panas bumi sebagai energi terbarukan yang stabil," ujar Pri.
Tidak kalah penting, pemanfaatan energi panas bumi perlu disertai peningkatan pemahaman masyarakat akan potensi panas bumi. Menurut dia, masyarakat perlu dilibatkan dalam aktivitas perekonomian berbasis panas bumi, di antaranya melalui sinergi antara sektor panas bumi dan pertanian serta pariwisata.
Seperti diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan akan membangun tiga Pembangkit Listrik Tenaga Panas (PLTP) dengan total listrik sebesar 90 MW sampai akhir tahun ini. Proyek tersebut nantinya membantu mengejar target 23 persen energi bauran energi baru terbarukan pada 2025.