Pemerintah perlu menyediakan strategi dan teknologi untuk meningkatkan kualitas produk pangan petani sampai kualitasnya setara dengan kriteria yang dapat diterima oleh dunia industri.

JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) diminta untuk meningkatkan atau upgrade kualitas beras hasil produksi petani lokal agar bisa masuk ke pasar industri. Sebab, impor beras untuk kebutuhan industri saat ini cenderung meningkat.

Anggota Komisi IV DPR RI, Hermanto, mendesak pemerintah membuat langka strategis pembenahan kualitas produk pangan petani agar diserap oleh pelaku industri. "Pelaku industri olahan pangan dalam negeri memiliki dan menetapkan kriteria khusus untuk komoditas pangan guna memenuhi standar proses dan kualitas produk turunan. Sementara itu, petani sulit untuk memenuhi kriteria khusus produk pangan tersebut karena minimnya sentuhan teknologi modern," ujar Hermanto, di Jakarta, Rabu (26/1).

Dia meminta pemerintah menyediakan strategi dan teknologi untuk meningkatkan kualitas produk pangan petani sampai kualitasnya setara dengan kriteria yang dapat diterima oleh dunia industri. "Pemerintah perlu serius menangani hal tersebut guna meraih peluang benefit untuk kesejahteraan petani dalam negeri," ujarnya.

Seperti diketahui, pemerintah memberi izin impor beras untuk keperluan lain. Misalnya, impor untuk kebutuhan industri untuk beras pecah 100 persen dan beras ketan pecah 100 persen dengan kode HS 10064090 serta tepung beras berkode HS 11029010. Impor ini hanya bisa dilakukan oleh perusahaan dengan angka pengenal importir produsen (API-P).

Berdasarkan data BPS, impor beras pecah sampai September 2021 mencapai 252.376 ton dengan nilai 107,61 juta dollar Amerika Serikat (AS). Volume impor ini lebih besar dibandingkan periode sama pada 2020 yang berjumlah 214.380 ton dengan nilai 120,56 juta dollar AS.

Hermanto mengingatkan pemerintah memberikan porsi yang lebih luas dalam menggarap sektor pertanian berbasis teknologi modern untuk menghadapi peluang pasar. Hal itu diperlukan untuk memenuhi kebutuhan industri di tengah semakin menyempitnya lahan pertanian serta antisipasi perubahan iklim.

"Smart Farming"

Kementan terus mendorong praktik smart farming. Sistem pertanian tersebut berbasis teknologi sehingga dapat membantu petani meningkatkan hasil panen secara kuantitas dan kualitas. Smart farming tersebut dinilai menjadi kunci agar sektor pertanian terus eksis di tengah dampak perubahan iklim dan pandemi Covid-19.

Pentingnya penerapan smart farming, kata Mentan, karena pertanian saat ini dan ke depannya dihadapkan dengan tantangan besar yakni perubahan iklim dan pandemi Covid-19. Menghadapi tantangan perubahan iklim, lanjutnya, bukan dengan cara-cara klasik, tetapi harus dengan smart farming. Sebab ke depan, lahan semakin sempit, jumlah penduduk semakin besar.

"Digitalisasi pertanian menjadi efektif dan penggunaan mekanisasi semakin maju sehingga produksi terus meningkat dengan kualitas yang tinggi dan pendapatan petani semakin naik," imbuh Mentan.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, menjelaskan smart farming memungkinkan petani memiliki kontrol yang lebih baik terhadap proses produksi, melalui pengelolaan pertanaman dan ternak yang baik dan efisien.

"Smart farming adalah pemanfaatan produk bio teknologi, antara lain di dalamnya ada pemupukan berimbang, penggunaan varietas yang berproduksi tinggi, mekanisasi pertanian, dan pemanfaatan internet of things," pungkasnya.

Baca Juga: