Kita berharap ada perubahan dari junta terhadap kehidupan demokrasi di Myanmar. Semoga demokrasi melalui proses yang inklusif dapat segera dipulihkan di Myanmar karena rakyat Myanmar memiliki hak untuk hidup dalam ­damai dan sejahtera.

Konferensi Tingkat Tinggi Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Asean) dimulai tanpa dihadiri perwakilan dari Myanmar setelah pemimpin junta militer negara tersebut dikucilkan Asean karena tidak menjalankan kesepakatan perdamaian. Selain itu, tidak ikut sertanya Myanmar pada KTT juga karena junta militer menolak mengirim perwakilan dengan tingkat yang lebih rendah.

Sebelum KTT berlangsung, pada 15 Oktober Asean menolak kehadiran kepala junta militer Myanmar, Min Aung Hlaing yang memimpin kudeta terhadap pemerintahan sipil di bawah pimpinan Aung San Suu Kyi.

Asean menganggap Hlaing tidak menjalankan proses perdamaian seperti yang disepakatinya dengan Asean terkait upaya untuk mengakhiri krisis dalam negeri.

Tidak biasanya Asean bersikap seperti itu. Makanya banyak yang menganggap penolakan tersebut merupakan langkah berani karena jarang diambil oleh Asean yang selama ini dikenal konsisten dalam menerapkan prinsip tidak mencampuri urusan dalam negeri anggotanya.

Meski demikian, perwakilan Myanmar tetap diundang untuk level non-politik. Keputusan Asean mengundang Myanmar pada tingkat nonpolitik dan memberi kesempatan bagi Myanmar guna menyelesaikan isu dalam negerinya terlebih dahulu, merupakan keputusan yang berat tapi memang harus dilakukan.

Di satu pihak Asean tetap menjaga penghormatan terhadap prinsip tidak mencampuri, namun di pihak lain Asean juga berkewajiban menjunjung tinggi prinsip-prinsip lain dalam Piagam Asean seperti demokrasi, tata-kelola yang baik, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan pemerintah yang konstitusional. Sayangnya, sampai pelaksanaan KTT, tidak ada wakil Myanmar yang hadir di level non-politik.

Junta Myanmar sendiri, sehari sebelum pembukaan KTT berlangsung mengatakan pihaknya hanya akan mengirim kepala negara atau pejabat setingkat menteri untuk hadir di KTT, bukan pejabat yang lebih rendah.

Sejak menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi, kemudian menahan pemimpin itu beserta orang-orang sekutunya serta memutus demokrasi yang telah bergulir selama satu dasawarsa, militer Myanmar telah menewaskan lebih dari 1.000 orang dan menahan ribuan lainnya, kata kelompok pemantau Assistance Association for Political Prisoners.

Kalau dibilang bahwa keputusan Asean tidak mengundang Myanmar merupakan bentuk intervensi terhadap persoalan dalam negeri Myanmar, itu merupakan intervensi positif sepanjang menyangkut nilai-nilai hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi universal.

Dan ini merupakan hal positif baru bagi Asean bahwa intervensi bisa saja dilakukan sepanjang perlu karena rakyat Myanmar juga memiliki hak untuk hidup di bawah kedamaian dan kesejahteraan. Dengan keputusan tidak mengundang Myanmar pada KTT Asean, kita berharap ada perubahan dari junta terhadap kehidupan demokrasi di Myanmar. Semoga demokrasi melalui proses yang inklusif dapat segera dipulihkan di Myanmar karena rakyat Myanmar memiliki hak untuk hidup dalam damai dan sejahtera.

Baca Juga: