MELBOURNE - Para pemimpin negara-negara Asia Tenggara dan Australia diperkirakan akan bersama-sama mengecam "penggunaan kekuatan" dalam perselisihan regional selama pembicaraan yang dimulai Senin (4/3), di Melbourne.

Dikutip dari Radio France Internationale (RFI), sikap Beijing yang semakin agresif di Laut Tiongkok Selatan menjadi agenda utama ketika para pemimpin dari 10 negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau Association of Southeast Asian Nations (Asean) memulai pertemuan puncak khusus dengan rekan-rekan mereka dari Australia.

"Kami berjuang untuk mewujudkan kawasan di mana kedaulatan dan integritas wilayah dihormati," demikian isi rancangan pernyataan bersama Asean-Australia.

"Kami berjuang untuk mewujudkan kawasan di mana perbedaan dikelola melalui dialog yang saling menghormati, bukan ancaman atau penggunaan kekerasan," tambah pernyataan itu, tanpa menyebut nama Tiongkok.

Sengketa wilayah di koridor perdagangan penting telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir, dengan Tiongkok menunjukkan kegigihannya di wilayah yang juga diklaim oleh anggota Asean seperti Filipina dan Vietnam.

Menteri Luar Negeri Australia, Penny Wong, yang menjadi tuan rumah pertemuan tersebut, mengatakan negara-negara harus memikul tanggung jawab bersama untuk menjaga kawasan ini damai, stabil, dan sejahtera.

"Kami menghadapi tindakan yang tidak stabil, provokatif dan koersif, termasuk perilaku tidak aman di laut dan udara serta militerisasi di wilayah yang disengketakan."

Diskusi Tertutup

Meskipun posisi blok tersebut mengenai Laut Asean Selatan tampaknya sudah disepakati, ada kemungkinan terjadinya diskusi yang tegang secara tertutup mengenai masalah-masalah sensitif seperti perang di Gaza.

Rancangan deklarasi bersama menunjukkan perbedaan pendapat yang signifikan mengenai konflik yang sedang berlangsung, yang menimbulkan masalah rumit bagi forum Asean yang terikat pada konsensus.

Sekitar 40 persen populasi Muslim di dunia menganggap Asia Tenggara sebagai rumah mereka, dan negara-negara forum kelas berat seperti Indonesia dan Malaysia termasuk di antara pendukung terkuat Palestina di panggung internasional.

Namun, negara-negara Asean lainnya seperti Singapura memiliki hubungan diplomatik dan ekonomi yang lebih erat dengan Israel, dan kurang bersemangat untuk memicu kontroversi. "Saya pikir konsensus umum menyerukan gencatan senjata," kata PM Malaysia, Anwar Ibrahim, kepada wartawan di Melbourne, Senin.

Mungkin menghindari isu-isu kontroversial antara Palestina dan Israel, tapi setidaknya untuk saat ini (mempertimbangkan) gencatan senjata dan bantuan kemanusiaan.

Rancangan tersebut menunjukkan keberatan terhadap usulan bahasa mengenai "penggunaan kelaparan" di Jalur Gaza dan menyerukan gencatan senjata yang tahan lama.

Rancangan deklarasi tersebut juga menunjukkan diskusi mengenai situasi yang memburuk di Myanmar juga terhambat oleh perselisihan dan kemajuan yang sulit.

KTT tiga hari ini juga diperkirakan akan fokus pada kerja sama ekonomi, karena negara-negara seperti Filipina dan Australia berupaya melindungi perekonomian mereka dari pembalasan Tiongkok.

Menteri Luar Negeri Filipina, Enrique Manalo, mengatakan ketahanan ekonomi adalah bagian penting untuk memastikan keamanan dan kedaulatan ditegakkan.

Sebagai bagian dari upaya tersebut, ia mengatakan Filipina berharap dapat meluncurkan perundingan perjanjian perdagangan bebas formal dengan Uni Eropa "segera"

Baca Juga: