Perekonomian Indonesia dibayangi potensi risiko dari eksternal meliputi pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia, normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS), dan perang dagang.

JAKARTA - Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyatakan terus mencermati potensi risiko global dan domestik yang bisa mempengaruhi stabilitas perekonomian Indonesia. Pentingnya mencermati potensi risiko agar komite lebih cepat mengambil langkah-langkah pencegahan jika ada indikasi yang bisa mengganggu ekonomi nasional.

Menteri Keuangan yang menjabat sebagai Ketua KSSK, Sri Mulyani Indrawati, dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (29/1), mengatakan potensi risiko dari eksternal antara lain pertumbuhan ekonomi dunia yang cenderung melemah, normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS) dan potensi sengketa dagang AS dengan Tiongkok.

Sedangkan dari dalam negeri, kemungkinan defisit neraca perdagangan maupun defisit neraca transaksi berjalan yang meningkat serta ketersediaan likuiditas. Menkeu juga menyatakan, dia bersama para anggota KSSK telah melakukan evaluasi terhadap kondisi perekonomian triwulan IV-2018 dengan memantau kondisi moneter, fiskal, pasar keuangan, lembaga jasa keuangan, dan penjaminan simpanan.

Selain itu, mereka juga melakukan simulasi sesuai dengan yang direncanakan pada tahun lalu. "Menyikapi hal tersebut, KSSK memperkuat sinergi kebijakan fiskal, moneter, makroprudensial, dan mikroprudensial untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi," kata Sri Mulyani.

Kondisi Normal

Secara umum, KSSK menyatakan bahwa stabilitas sistem keuangan triwulan IV- 2018 dalam kondisi normal. Dalam penyampaian hasil rapat evaluasi KSSK dihadiri oleh anggota komite, yakni Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah.

Di bidang fiskal, jelas Menkeu, APBN 2018 telah ditutup dengan kinerja yang baik melalui defisit lebih kecil, penerimaan negara di atas target, dan belanja negara yang sehat. Di bidang moneter, BI mengoptimalkan bauran kebijakan untuk pengendalian inflasi dan stabilitas nilai tukar serta memperkuat koordinasi untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan.

Kemudian, sektor jasa keuangan, OJK terus memperkuat kebijakan dan pengawasan terhadap sektor keuangan agar dapat meningkatkan peran sebagai motor penggerak pertumbuhan. Sedangkan LPS terus memantau dan mengevaluasi tren perkembangan suku bunga simpanan perbankan yang masih menunjukkan tren peningkatan.

Untuk mengatasi perkembangan perekonomian tahun 2019, komite terus memperkuat sinergi dan koordinasi antar anggota, memperkuat sekretariat melalui perbaikan tata kelola, dan mengintesifkan komunikasi publik. Para pengambil kebijakan di sektor keuangan tersebut rencananya akan kembali menyelenggarakan rapat berkala untuk memantau perkembangan ekonomi triwulan I-2019 pada April mendatang.

bud/E-10

Baca Juga: