Sekjen PBB, Antonio Guterres yakin Russia tidak akan menyerang Ukraina. Ia berharap keyakinan itu benar. Setiap invasi dari satu negara ke negara lain merupakan pelanggaran hukum internasional.
Krisis Krimea memasuki babak baru. Ketegangan antara Russia dan Ukraina yang didukung oleh Amerika Serikat dan sekutunya kini kembali memanas setelah Ukraina memperingatkan bahwa Russia telah merencanakan invasi ke negaranya. Aliansi pertahanan negara Atlantik Utara (NATO) langsung menindaklanjuti dengan menggelar rapat darurat di Latvia pada 30 November tahun lalu demi merespons manuver militer Russia di perbatasan Ukraina.
Bagaimana Ukraina tidak khawatir karena saat ini sekitar 100.000 tentara Russia masih berada di perbatasan Ukraina. Sewaktu-waktu, Russia bisa melanjutkannya dengan invasi. Temuan intelijen AS pada Desember memperkirakan Russia bisa memulai serangan militer di Ukraina secepatnya di awal 2022.
Bahkan Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Jens Stoltenberg yang berkebangsaan Norwegia mengatakan, meski tidak ada kejelasan tentang niat Russia untuk melakukan invasi, tetapi ada konsentrasi yang tidak biasa ke perbatasan Ukraina untuk kedua kalinya di tahun ini. Sejumlah kendaraan lapis baja, drone, sistem peperangan, dan puluhan ribu pasukan siap tempur di perbatasan.
Ukraina terus dihantui manuver militer Russia terutama setelah Moskow mencapok wilayah Crimea dari Kiev pada 2014 lalu. Aneksasi ilegal Russia terhadap wilayah Crimea merupakan pencaplokan terbesar yang terjadi pasca Perang Dunia II.
Pencaplokan itu berawal dari konflik internal Ukraina. Pada November 2013 demonstrasi besar-besaran berlangsung menentang keputusan pemerintahan presiden Ukraina saat itu, Viktor Yanukovich, yang membatalkan kerja sama dengan Uni Eropa. Sejumlah pihak menuturkan pembatalan itu terjadi akibat tekanan Russia terhadap Ukraina yang merupakan bekas pecahan Uni Soviet.
AS dan sekutunya yang tergabung dalam NATO pun tidak tinggal diam dengan maneuver Russia di perbatasan Ukraina tersebut. NATO kini sedang menyiagakan pasukannya serta memperkuat pengamanan di Eropa bagian timur dengan menambah jumlah kapal dan jet tempur. Dan sekitar 8.500 prajurit AS sudah disiagakan dan menunggu perintah untuk melawan tentara Russia jika sewaktu-waktu Russia menyerang Ukraina.
Selain itu, Washington juga dikabarkan sedang memindahkan pasukan di Eropa Barat ke Eropa Timur secara bertahap dalam beberapa pekan mendatang. Dan kabar itu tidak main-main karena Departemen Luar Negeri AS memperingatkan warganya untuk tidak melakukan perjalanan ke Russia karena ketegangan yang sedang berlangsung di sepanjang perbatasan dengan Ukraina.
Meski Russia dan AS sudah siap dengan situasi terburuk yang terjadi di perbatasan Ukraina-Russia, namun kabar menggembirakan datang dari Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres yang mengatakan bahwa perang tidak akan terjadi karena ia yakin Russia tidak akan menyerang Ukraina.
"Setiap invasi dari satu negara ke negara lain merupakan pelanggaran hukum internasional, dan saya harap bahwa ini tentunya tidak akan terjadi. Dan saya sangat berharap keyakinan ini benar," kata Guterres. Dan memang benar semoga saja perang tidak terjadi. Semoga saja semua ini hanya sebagai lanjutan perang dingin antara AS dan Russia yang sudah berlangsung sejak 1947, seusai Perang Dunia II hinga bubarnya Uni Sovyet pada 1991.