Koala, wombat, dan hewan asli Australia lainnya mendapat tempat yang khusus dalam identitas nasional negara itu serta memainkan peran penting dalam industri pariwisata. Namun, hewan-hewan itu makin terancam karena bencana alam yang diakibatkan perubahan iklim menghancurkan habitatnya.

SYDNEY - Seekor koala bernama Steve kehilangan induknya dan mengalami luka bakar yang parah dalam kebakaran alam liar Musim Panas Hitam yang menyapu Australia pada 2019 dan 2020. Steve merupakan salah satu dari 28 koala yang diselamatkan dari Pulau Kanguru yang terletak di lepas pantai Australia selatan, setelah kobaran api menghanguskan hampir separuh lahan di sana.

Musim Panas Hitam merupakan salah satu musim kebakaran alam liar paling menghancurkan yang tercatat dalam sejarah Australia. Kebakaran itu menghancurkan ribuan rumah. Menurut sebuah perkiraan, kebakaran itu menewaskan atau memusnahkan habitat miliaran hewan. Asapnya menyelubungi New Zealand dan akhirnya berembus jauh hingga ke Amerika selatan.

Kebakaran tersebut terutama berdampak parah bagi Pulau Kanguru, sebuah area yang terkenal akan keanekaragaman hayatinya. Hingga 80 persen dari 50.000 koala yang diperkirakan ada di sana telah mati. Spesies khas lainnya, seperti dunnart dan kakaktua hitam mengilap, juga mengalami kehancuran besar.

"Dalam sejarah 25 tahun kami di sini, kami telah mengalami kebakaran kecil di distrik ini lebih banyak daripada yang bisa saya ingat," tutur Jim Geddes, pengelola wisata mengamati koala di Cagar Alam Liar Teluk Hanson Pulau Kanguru pada awal Januari lalu. "Namun, kebakaran yang paling belakangan ini jauh lebih besar daripada yang pernah saya lihat sebelumnya," imbuh dia.

Kebakaran tersebut disusul oleh periode panjang hujan lebat yang menyebabkan regenerasi pesat vegetasi di seluruh pulau itu. Setelah tiga tahun, dedaunan hijau lebat telah menelan batang pohon yang hangus serta bukti lain adanya kebakaran itu. Populasi koala juga mulai pulih.

Namun, hujan sama yang menghidupkan kembali lahan di penjuru Australia kini menimbulkan satu ancaman terhadap wilayah lain di negara itu.

Bencana Banjir

Cagar Alam Wombat Sleepy Burrow berlokasi di perbukitan yang dijajari parit-parit sebelah utara ibu kota, Canberra. Saat hujan turun dengan deras, bahkan lahan curam ini berubah menjadi zona banjir berbahaya karena curahan air mengalir deras melewati area ini. Manajer cagar alam itu, Donna Stepan, mengatakan hujan yang kerap turun pada tahun ini telah menimbulkan ancaman konstan terhadap hewan-hewan.

"Biasanya sekali setahun jalur perlintasan itu cukup buruk hingga tidak bisa dilewati," tutur Stepan. "Namun, tahun ini, sudah 14 kali," imbuh dia.

Wombat, kerabat dekat koala, tinggal di lubang-lubang galian bawah tanah yang menyediakan perlindungan dari kebakaran, tetapi berubah menjadi perangkap maut selama banjir.

Stepan mengatakan 10 wombat liar dulunya muncul pada malam hari untuk makan. Namun, ia sekarang hanya melihat tiga. Stepan merasa wombat-wombat lainnya mungkin telah tenggelam.

perempuan ini mencoba membuat cagar alam itu aman dari banjir, tetapi mengatakan upayanya kerap terasa sia-sia.

"Kita mendengar, oh, akan terjadi lagi pekan depan karena hujan. Lalu kemudian itu terjadi lagi. Setelah itu ada lagi yang mengatakan akan terjadi lagi pekan depan," tutur dia dengan tercekat.

Saat banjir mereda, solusi jangka panjang atas ancaman yang dihadapi Australia itu masih perlu segera ditemukan. Namun, hal ini hanya bisa terwujud dengan tekanan masyarakat.

"Pemerintah merespons terhadap bagaimana masyarakat memilih," jelas Dr Thomas Newsome yang mempelajari ancaman terhadap keanekaragaman hayati di Universitas Sydney. "Hingga masyarakat yang lebih luas benar-benar memprioritaskan ekosistem asli serta hewan asli kami, sepertinya negara atau pemerintah federal tidak akan mengambil tindakan," imbuh dia.

Berkaitan dengan hal itu, Newsome melihat adanya harapan.

"Ketika ada survei yang dilakukan mengenai apa yang diprioritaskan masyarakat, atau apa yang dirasa masyarakat merupakan masalah besar saat ini, perubahan iklim selalu menonjol, lagi dan lagi," ujar dia.

Selama Musim Panas Hitam, Sydney diselimuti asap tebal selama berhari-hari. Sekarang, rumah-rumah di luar perkotaan berulang kali terendam banjir. Dampak iklim yang tidak stabil membuatnya makin sulit untuk diabaikan, sehingga makin banyak orang menuntut perubahan.

Itulah ketika Steve si koala bisa membantu.

"Masa depannya kini adalah sebagai duta," kata Dr Ian Hough, manajer peneliti di Koala Life, yang memimpin penyelamatan koala Pulau Kanguru selama Musim Panas Hitam serta merawat hewan-hewan selamat yang kehilangan induknya di Cagar Alam Liar Cleland di pinggiran Adelaide.

"Ada daya tarik untuk mendekati dan menggendong koala serta itu akan selamanya ada dalam diri kita. Banjir merenggut hal itu. Mudah-mudahan akan muncul aktivitas lingkungan hidup bermanfaat yang akan membantu hutan, koala, dan kita semua," tutur dia.

Dengan mayoritas komunitas koala di daratan utama Australia terdampak oleh penyakit serta juga bencana alam, koala-koala Pulau Kanguru yang diselamatkan Dr Hough serta anak koala-koala tersebut telah menjadi jaminan populasi bebas penyakit atas koala terancam lain di penjuru negara itu.

Ini merupakan babak baru dalam cerita salah penanganan manusia terhadap lahan dan alam liarnya sejak munculnya pemukim dari Eropa pada abad ke-18. Bagaimanapun, koala baru dibawa ke Pulau Kanguru pada 1920-an setelah diburu untuk diambil bulunya hingga hampir punah di daratan utama.

"Tragis bahwa sampai perlu adanya kejadian mengerikan itu," ujar Hough mengenai kebakaran Musim Panas Hitam. "Namun, ada harapan di luar sana dan itu menimbulkan optimisme," tegas dia.

Menurut dia, Steve tampak senang akan peran barunya. "Selama ia mendapatkan banyak makanan, maka ia tidak peduli mengenai hal-hal lainnya," pungkas Hough. NHK/I-1

Baca Juga: