LONDON - Badan Energi Internasional (IEA) memperingatkan krisis energi global diperkirakan meningkatkan permintaan minyak sebesar 500.000 barel per hari (bph). Kondisi tersebut dikhawatirkan dapat memicu inflasi serta memperlambat pemulihan dunia dari pandemi Covid-19.

Harga minyak dan gas (migas) baru baru ini melonjak ke level tertinggi dalam beberapa tahun terakhir sehingga mengirimkan harga listrik melonjak ke rekor baru. Hal itu karena kekurangan energi yang meluas melanda Asia dan Eropa. IEA menyatakan rekor harga batu bara dan gas serta pemadaman bergilir mendorong sektor listrik dan industri padat energi untuk beralih ke minyak agar lampu tetap menyala dan operasi tetap berjalan.

"Harga energi yang lebih tinggi juga menambah tekanan inflasi, bersama dengan pemadaman listrik dapat menyebabkan aktivitas industri yang lebih rendah dan perlambatan pemulihan ekonomi," menurut IEA, Kamis (14/10).

Akibatnya, permintaan minyak global tahun depan diproyeksikan pulih ke tingkat prapandemi, kata badan yang berbasis di Paris itu.

IEA menaikkan proyeksi permintaan minyak tahun ini sebesar 170.000 bph, atau total tambahan 5,5 juta untuk tahun ini dan sebesar 210.000 barel per hari pada tahun 2022, atau total penambahan 3,3 juta barel. Kenaikan permintaan pada kuartal terakhir menyebabkan penarikan terbesar pada stok produk minyak dalam delapan tahun, katanya, sementara tingkat penyimpanan di negara-negara OECD berada pada titik terendah sejak awal 2015.

"Data sementara Agustus sudah menunjukkan bahwa ada beberapa permintaan bahan bakar minyak, minyak mentah dan sulingan menengah untuk pembangkit listrik di sejumlah negara, termasuk China, Jepang dan Pakistan di Asia, Jerman dan Prancis di Eropa dan Brazil," kata IEA.

Produksi Turun

Sementara itu, IEA memperkirakan kelompok produsen OPEC+ akan memompa 700.000 barel per hari di bawah perkiraan permintaan minyak mentahnya pada kuartal keempat tahun ini, yang berarti permintaan akan melebihi pasokan setidaknya hingga akhir 2021.

Kapasitas produksi cadangan dari grup tersebut akan menyusut dengan cepat, dari 9 juta barel per hari pada kuartal pertama tahun ini menjadi hanya 4 juta barel per hari pada kuartal II- 2022. Kapasitas produksi itu terkonsentrasi di segelintir negara Timur Tengah, katanya, dan penurunannya menggarisbawahi perlunya meningkatkan investasi untuk memenuhi permintaan di masa depan.

Baca Juga: