KPU RI segera mempublikasikan RPKPU tentang pencalonan kepala daerah setelah melewati proses harmonisasi dengan Kemenkumham.

JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyatakan akan segera mempublikasikan Rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Kepala Daerah, apabila telah melewati proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Hal tersebutdisampaikan Anggota KPU RI Idham Holik untuk merespons terkait proses harmonisasi atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan batas minimal usia calon kepala daerah pada Pilkada 2024.

"Nanti pada waktunya apabila Rancangan Peraturan KPU tentang pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah telah selesai melewati proses rapat harmonisasi peraturan perundang-undangan, kami akan segera publikasikan," kata Idham dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (13/6).

Adapun Rancangan PKPU sedang dalam tahap harmonisasi di Kemenkumham, maka putusan MA ini perlu diturunkan dalam PKPU termaksud.

Dia menjelaskan bahwa Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 itu merupakan produk hukum yang memiliki kekuatan hukum yang final dan mengikat.

Selain itu, menurut Idham, MA memiliki kewenangan untuk melakukan judicial review atau pengujian yudisial terhadap peraturan di bawah undang-undang.

Kepastian Hukum

Ia pun menegaskan dalam penyelenggaraan pemilu ataupun pilkada, KPU harus melaksanakan prinsip berkepastian hukum.

Sebagai informasi, MA mengabulkan permohonan uji materiil Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda) terkait aturan batas minimal usia calon kepala daerah.

Keputusan itu tertuang dalam Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 yang diputuskan oleh Majelis Hakim MA pada Rabu, 29 Mei 2024. "Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda)," demikian bunyi putusan sebagaimana yang dilansir dari laman resmi MA di Jakarta, Kamis.

Dalam putusan tersebut, MA menyatakan bahwa Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU RI (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 tentang pencalonan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016.

MA pun menyatakan bahwa pasal dalam peraturan KPU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai "...berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pasangan calon terpilih".

Terpisah, Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty menilai seluruh tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada) rawan lantaran berpotensi terjadinya gesekan. "Misalnya dengan calon potensial yang akan maju, tetapi kami menyatakan bahwa konflik sangat dekat, konfliknya dengan lingkungan terdekat. Masyarakat akan memilih pemimpin terbaiknya di daerah yang dekat dengan kehidupan mereka, sehingga ini juga menyatakan tidak hanya konflik elite, tetapi juga konflik di daerah itu," kata Lolly di Jakarta, Kamis.

Menurutnya, definisi undang-undang, pemilu dan pemilihan itu masih terdapat perbedaan. Dirinya mencontohkan jika masyarakat bisa bicara soal dilarang menghina seseorang berdasarkan agama, suku, ras, untuk calon gubernur, bupati, dan wali kota di Undang-Undang Pemilu.

"Tetapi yang berbeda adalah di undang-undang pemilihan, pada poin tersebut menekankan melakukan kampanye berupa menghasut dan memfitnah, ini yang perlu digarisbawahi, mengadu domba partai politik, perseorangan dan atau kelompok masyarakat," ujarnya.

Baca Juga: