KPU RI akan menyimulasikan penggunaan e-Coklit untuk mempersiapkan tahapan pencocokan dan penelitian data pemilih Pilkada 2024 mulai 24 Juni hingga 24 Juli mendatang secara serentak.

JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyimulasikan penggunaan e-Coklit untuk mempersiapkan tahapan pencocokan dan penelitian data pemilih Pilkada 2024 kepada jajaran KPU provinsi dan kabupaten/kota.

"Sebagaimana kita ketahui, Pilkada 2024 akan diselenggarakan 27 November dan KPU sudah merencanakan bahwa coklit akan diselenggarakan insyaallah 24 Juni sampai dengan 24 Juli, serentak se-Indonesia," kata anggota KPU RI Betty Epsilon Idroos di Jakarta, kemarin.

Ia menjelaskan petugas pemutakhiran data pemilih (pantarlih) akan mendatangi rumah warga untuk melaksanakan pencocokan dan penelitian (coklit) terhadap Model A Daftar Pemilih yang sudah dipetakan KPU kabupaten/kota.

"Coklit dilakukan dalam waktu satu bulan, dari rumah ke rumah, dan bersamaan dengan itu nanti KPU kabupaten/kota akan bertanggung jawab melakukan pemutakhiran data pemilih calon-calon lokasi khusus di seluruh Indonesia," jelasnya.

Betty menjelaskan terdapat perbedaan antara coklit data pemilih Pemilu 2024 dengan Pilkada 2024. "Pemetaan TPS (tempat pemungutan suara) waktu Pemilu 2024, satu TPS sebanyak-banyaknya 300 orang. Untuk Pilkada 2024, sebanyak 600 pemilih per TPS. Itu tergantung pada kondisi geografis, tetapi dengan tetap memperhatikan satu KK (kartu keluarga) itu dalam satu TPS," ujarnya.

Ia mengatakan bahwa coklit data pemilih Pilkada 2024 akan memperhatikan kondisi pemilih disabilitas dengan kemudahannya ke TPS. "Pemilih langsung dapat terlihat apakah dia dicoklit atau tidak oleh si pantarlih yang datang dari rumah ke rumah. Jadi, kami siapkan tools (alat bantu) bagi pemilih dan kami sendiri juga dimudahkan untuk melakukan supervisi dan monitoring kepada pantarlih di seluruh Indonesia nanti," kata Betty.

Sesuai Kebutuhan

Sementara itu, Anggota Bawaslu Herwyn JH Malonda mengatakan penggunaan dana hibah pilkada pada Bawaslu Provinsi dan Kabupaten/Kota harus disesuaikan dengan kebutuhan tugas dan fungsi Bawaslu.

Dia pun meminta agar penyusunan anggaran harus mengutamakan kebutuhan honorarium pengawas ad hoc (sementara) serta operasional kantor. "Kebutuhan honorarium diusahakan kita anggarkan misalnya 12 bulan sesuai standar SBM (standar biaya masukan) menteri keuangan karena itu hak mereka (petugas ad hoc). Lalu soal operasional perkantoran juga jangan dikesampingkan," kata Herwyn dalam keterangannya di Jakarta, kemarin.

Selain itu, dia meminta anggaran disusun untuk menjawab kebutuhan hal-hal yang menjadi tantangan dalam pengawasan Pilkada 2024, termasuk hal-hal yang menjadi isu yang harus ditangani berdasarkan tugas fungsi serta berkaitan dengan penyelenggaraan pengawasan Pilkada 2024.

Adapun isu-isu yang dimaksud dia seperti netralitas aparatur sipil negara (ASN), politik uang, politisasi SARA. "Termasuk isu yang baru berkembang bisa saja ada masalah-masalah tentang penggunaan artificial intelligent (AI). Itu isu yang memang harus kita antisipasi yang disesuaikan dengan kebutuhan kerja kita ke depan," jelasnya.

Herwyn menambahkan kegiatan yang akan disusun juga harus mengutamakan output, tidak sekadar anggarannya tersedia tapi harus mengutamakan output serta prinsip efisiensi penganggaran.

Lebih lanjut, dia berpesan agar alokasi cost sharing antara Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota harus sesuai. Hal ini meminimalisir terjadinya kesulitan untuk melaksanakan kegiatan strategis pada pengawasan Pilkada 2024.

"Kami harap tidak ada masalah antara provinsi dan kabupaten/kota karena ini serentak, dibicarakan secara bijak. Provinsi memerhatikan daerah yang kekurangan," ucap Herwyn.

Herwyn pun meminta Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota untuk menyusun timeline pelaksanaan kegiatan Pilkada 2024 wilayah masing-masing sampai akhir Desember 2024. Ini untuk memastikan penyerapan anggaran terserap dengan baik.

Baca Juga: