Dengan alasan berupaya mengubah tatanan politik kerajaan dalam pemilu Mei lalu, KPU Thailand akan meminta Mahkamah Konstitusi untuk membubarkan Partai Move Forward yang reformis.

BANGKOK - Komisi Pemilihan Umum Thailand pada Selasa (12/3) mengatakan pihaknya akan meminta Mahkamah Konstitusi untuk membubarkan Partai Move Forward yang reformis, yang memenangkan kursi terbanyak pada pemilu tahun lalu.

MFP mengubah tatanan politik kerajaan dalam pemilihan umum Mei lalu, dengan memperoleh suara terbanyak setelah kampanye yang menjanjikan reformasi militer, monopoli bisnis, dan perubahan undang-undang lese-majeste.

Namun upaya mereka yang berani dan bahkan mengejutkan pemerintah Thailand itu berakhir dengan mereka dikucilkan dari pemerintahan setelah berbulan-bulan perselisihan politik dan hukum.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengatakan pada Selasa dalam sebuah pernyataan bahwa mereka telah setuju dengan suara bulat untuk mengupayakan pembubaran atas janji kampanye MFP untuk mereformasi undang-undang penghinaan kerajaan yang keras.

Keputusan ini menyusul keputusan Mahkamah Konstitusi pada Januari yang menyatakan bahwa janji MFP mengenai undang-undang yang melindungi keluarga kerajaan Thailand sama dengan upaya untuk menggulingkan monarki konstitusional.

"KPU telah mempelajari putusan tersebut dan setuju dengan suara bulat untuk mengajukan kasus pembubaran Partai Move Forward ke Mahkamah Konstitusi," kata KPU Thailand dalam sebuah pernyataan.

Thailand mempunyai sejarah partai-partai politik yang dibubarkan karena intervensi hukum, termasuk pendahulu MFP, Future Forward Party, yang dibubarkan pada 2020 karena masalah keuangan.

Sejauh ini belum ada kerangka waktu yang jelas dari pengadilan terkait akan dibubarkannya MFP, namun sebelumnya Partai Future Forward dibubarkan hanya selang beberapa bulan setelah keputusan KPU.

Lese-Majeste

Undang-undang lese-majeste dimaksudkan untuk melindungi raja, sosok yang dihormati dalam masyarakat Thailand, dari penghinaan, dan siapa pun yang melanggarnya dapat menghadapi hukuman hingga 15 tahun penjara.

Namun para kritikus mengatakan undang-undang tersebut telah ditafsirkan secara luas dalam beberapa tahun terakhir untuk melindungi keluarga kerajaan dari segala bentuk kritik atau ejekan.

Reformasi undang-undang lese-majeste adalah tema utama demonstrasi besar-besaran pada tahun 2020, yang menampilkan kritik publik yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap keluarga kerajaan.

Ratusan orang telah menghadapi tuduhan penghinaan kerajaan setelah protes tersebut, menurut Pengacara Hak Asasi Manusia Thailand, sebuah kelompok hukum yang menangani banyak kasus. Mereka yang menghadapi tuduhan tersebut termasuk para pemimpin senior protes dan setidaknya satu anggota parlemen terpilih. ν AFP/I-1

Baca Juga: