Penyelenggara pemilu terpilih mesti merancang manajemen pemilu yang efektif, rasional, dan transparan. 

JAKARTA -Kualitas proses dan hasil dari pemilihan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan menentukan kualitas Pemilu 2024. Integritas komisioner pemilihan menjadi sangat penting dalam menjaga marwah independensi lembaga penyelenggara pemilu.

Pernyataan ini disampaikan Manajer Program Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, di Jakarta, Senin (21/2). "Mereka yang dipilih menjadi anggota KPU dan Bawaslu adalah cerminan awal dari pelaksanaan Pemilu 2024," katanya.

Dia mengingatkan jangan sampai kasus Wahyu Setiawan terulang. Wahyu adalah mantan Komisioner KPU yang terlibat dalam kasus suap pergantian antarwaktu anggota DPR. Wahyu sendiri telah divonis hukuman enam tahun penjara oleh di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Menurut Fadli, pihaknya memberi catatan khusus terhadap proses dan hasil pemilihan anggota KPU dan Bawaslu kemarin. Salah satunya soal integritas.

"Ini akan memengaruhi tingkat kepercayaan keanggotaan dan kelembagaan penyelenggara pemilu. Jangan sampai kasus Wahyu Setiawan terulang. Jangan sampai proses tertutup pemilihan anggota KPU dan Bawaslu berdampak pada ketidakkepercayaan publik terhadap proses dan hasil Pemilu 2024 nantinya," ujarnya.

Ditambahkannya, Pemilu 2024 punya tantangan yang sangat berat dan kompleks. Salah satunya adalah menghadapi himpitan tahapan pemilu dan pilkada.

Hal ini yang mesti diatur dan didesain sedemikian rupa oleh penyelenggara pemilu yang baru. Penyelenggara pemilu terpilih mesti merancang manajemen pemilu yang efektif, rasional, dan transparan.

Sesalkan

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, menyesalkan belum terpenuhinya kuota 30 persen perempuan dalam komposisi anggota KPU dan Bawaslu yang baru saja ditetapkan Komisi II DPR. Faktanya, hanya dalam komposisi penyelenggara pemilu kali ini, Komisi II DPR hanya memilih satu orang perempuan sebagai anggota KPU dan Bawaslu.

"Kami sangat menyayangkan keputusan DPR yang kembali mempertahankan tradisi yang tidak elok, yakni hanya memilih satu orang perempuan sebagai anggota KPU dan Bawaslu. Adanya Ketua DPR perempuan untuk pertama kalinya ternyata juga tidak berdampak signifikan terhadap sikap politik parpol di parlemen, terhadap pemenuhan keterwakilan perempuan di KPU dan Bawaslu," kata Khoirunnisa.

Khoirunnisa juga menyoroti proses pemilihan anggota KPU dan Bawaslu yang tidak menggunakan mekanisme pemungutan suara. Ini berbeda pemilihan pada 2012 dan 2017. Pemilihan periode ini membuat publik tidak bisa melihat secara langsung proses dan dasar DPR memilih. Pemilihan pun dilakukan pada dini hari secara tertutup.

"Bahkan nama-nama yang terpilih sama dengan nama-nama yang beredar melalui pesan berantai sebelum uji kelayakan dan kepatutan dimulai," ujarnya.

Baca Juga: