Gejolak harga pangan terjadi karena liberalisasi pangan yang berakibat produksi dan distribusi dikuasai segelintir elite korporasi/oligarki.
JAKARTA - Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi, mengatakan bahwa ada indikasi terjadi monopoli beras oleh pihak tertentu kalau di daerah lumbung pangan seperti Provinsi Lampung terjadi kelangkaan beras.
"Provinsi Lampung ini merupakan lumbung pangan karena penghasil beras secara nasional. Jadi, tidak hanya kebutuhan Lampung bahkan kebutuhan DKI Jakarta kita penuhi 40 persen. Kalau di lumbung pangan ini berasnya langka, ini yang harus dipertanyakan kenapa," kata Arinal di Bandarlampung, Jumat (16/2).
Menurut dia, kalau ada kelangkaan, pasti ada yang tidak baik dalam proses ketersediaan, dan kemungkinan ada monopoli yang tidak menguntungkan. "Saat ini, kami pelajari terlebih dahulu mengenai ini. Sebab, kita punya aturan bahwa beras ini masuk dalam kedaulatan pangan, jadi harus tersedia," kata Arinal seperti dikutip dari Antara.
Dia menjelaskan untuk menyikapi adanya isu kelangkaan beras di tengah masyarakat maka pemerintah daerah bersama Bank Indonesia (BI) melakukan pemantauan ke pasar-pasar tradisional di Kota Bandarlampung. Dengan pemantauan langsung ke pasar tradisional maka diharapkan dapat menjadi salah satu langkah menjaga ketersediaan pangan terutama menjelang Ramadan.
"Wajib hukumnya beras sebagai pangan utama tersedia untuk konsumsi masyarakat. Kalau gabah memang aturannya tidak boleh keluar. Yang pasti, untuk indikasi monopoli akan kami pelajari untuk mengambil langkah selanjutnya," tambahnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung pada 2023, luas panen padi di provinsi tersebut diperkirakan sebesar 532,77 ribu hektare, mengalami kenaikan sebanyak 14,52 ribu hektare atau 2,80 persen dibandingkan luas panen padi di 2022 yang tercatat seluas 518,26 ribu hektare.
Dari jumlah areal tanam, produksi padi mencapai sekitar 2,73 juta ton gabah kering giling (GKG), mengalami kenaikan sebanyak 40,62 ribu ton gabah kering giling GKG atau 1,51 persen dibandingkan produksi padi di 2022 yang sebesar 2,69 juta ton GKG.
Bila dikonversikan menjadi beras untuk dikonsumsi maka produksi beras di Provinsi Lampung pada 2023 diperkirakan sebesar 1,57 juta ton, mengalami kenaikan sebanyak 23,35 ribu ton atau 1,51 persen dibandingkan produksi beras di 2022 yang sebesar 1,55 juta ton.
Segera Investigasi
Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, yang diminta pendapatnya, mengatakan kalau sudah ada indikasi dan statement tersebut maka Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mesti segera melakukan investigasi.
Kelangkaan dan gejolak harga pangan selama ini terjadi karena liberalisasi pangan yang berakibat produksi dan distribusi (tata niaga) yang dikuasai dan dikendalikan (dipermainkan) oleh segelintir elite korporasi/oligarki.
"Ini dampak dari liberalisasi pangan, sehingga muncul mafia dan kartel pangan yang ambil untung besar dari kesulitan yang dihadapi rakyat banyak," kata Awan.
Dalam hal ini, KPPU tidak boleh tinggal diam, apalagi selama ini KPPU juga sudah sering membongkar kasus-kasus seperti itu.
"KPPU bukan hanya usut kasus di Lampung, tetapi di Indonesia secara keseluruhan karena masalah kelangkaan beras ini serentak terjadi di banyak wilayah," tegas Awan.
Dalam kesempatan terpisah, pengamat ekonomi dari STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko, mengatakan pernyataan Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi, tentang indikasi monopoli beras di balik kelangkaan beras di Lampung cukup beralasan. Sebab, kalau dilihat dari data produksi pada 2023, Lampung memproduksi 3,2 juta ton padi dan hanya perlu 1,2 juta ton untuk konsumsi setempat.
"Statement tersebut harus segera ditindaklanjuti dengan investigasi di pasar dan gudang-gudang beras setempat. Juga kalau mau, ya segera operasi pasar, cadangan daerah kan masih ada. Begitu operasi pasar kalau benar ada yang monopoli kan enggak mau rugi harga turun lebih dalam, pasti segera mengikuti melepas beras di pasar," papar Aditya.
Selain itu, fakta lain menunjukkan begitu Presiden Jokowi melakukan sidak ke pasar induk pada Jumat (16/10) kemarin, beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Beras (SPHP) langsung membanjiri pasar modern. Artinya, ada yang bisa dipertanyakan dari tugas Bapanas (Badan Pangan Nasional) sebagai penanggung jawab beras SPHP.
"Soal beras dan pangan secara umum di Indonesia ini memang kompleks. Sebaiknya memang Bapanas benar-benar melaksanakan perannya dalam perencanaan sampai eksekusi menjaga harga pangan di pasar seperti kecepatan melepas SPHP ini," papar Aditya.